Teori ini diajukan oleh James Watson dan Francis Crick pada tahun 1953.
Menurut teori ini, dalam replikasi DNA, setiap untai lama dari molekul asalnya akan berperan sebagai cetakan untuk sintesis sebuah untai baru.
Dengan kata lain, setelah replikasi, dua molekul DNA yang dihasilkan akan terdiri dari satu untai lama dan satu untai baru.
Teori semikonservatif telah diperkuat oleh eksperimen pelabelan isotop oleh Matthew Meselson dan Franklin Stahl pada tahun 1958.
2. Teori Konservatif
Teori konservatif mengusulkan bahwa selama replikasi, dua untai lama dari molekul asal tetap utuh, dan dua untai baru sepenuhnya disintesis.
Dengan kata lain, satu molekul DNA hasil replikasi identik dengan molekul asal, sementara molekul lainnya sepenuhnya terdiri dari untai baru.
Teori ini awalnya diajukan sebelum bukti eksperimental memadai mendukung teori semikonservatif.
3. Teori Dispersif
Teori dispersif mengusulkan bahwa selama replikasi, molekul DNA hasilnya merupakan campuran dari untai lama dan baru yang tersebar secara acak.
Hal ini berarti setiap molekul DNA hasil replikasi terdiri dari fragmen-fragmen untai lama dan baru yang tercampur bersama.
Baca Juga: Jenis Virus dan Penyakit yang Disebabkan oleh Virus RNA
Penulis | : | Nabil Adlani |
Editor | : | AdjarID |
KOMENTAR