adjar.id - Apa saja bentuk perlawanan rakyat Indonesia kepada Jepang?
Kali ini kita akan mempelajari tentang bentuk-bentuk perlawanan rakyat Indonesia kepada Jepang, materi Sejarah kelas XI Kurikulum Merdeka.
Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), rakyat Indonesia menghadapi tekanan dan penderitaan yang luar biasa.
Kebijakan yang diterapkan Jepang, seperti romusa (kerja paksa), penyerahan hasil panen, dan penganiayaan, memicu berbagai bentuk perlawanan di seluruh Nusantara.
Perlawanan rakyat ini muncul dalam berbagai bentuk dan di berbagai daerah, masing-masing dengan karakteristik dan taktik unik, tetapi semuanya bertujuan untuk melawan penindasan dan mencapai kemerdekaan.
Pendudukan Jepang adalah periode yang kelam, tetapi juga menjadi momentum penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Dari penderitaan dan penindasan, lahir semangat perlawanan yang akhirnya membawa Indonesia menuju kemerdekaan.
Selama pendudukan, Jepang memberlakukan berbagai kebijakan yang bertujuan untuk mendukung upaya perang, yaitu kerja paksa, eksploitasi ekonomi, militerisasi dan propaganda, dan penghapusan budaya barat.
Yuk, simak informasi berikut ini untuk mengetahui apa saja bentuk-bentuk perlawanan rakyat Indonesia kepada Jepang, materi Sejarah kelas XI Kurikulum Merdeka!
"Perlawanan rakyat Indonesia terhadap Jepang menunjukkan semangat juang dan keteguhan hati dalam melawan penjajahan."
1. Aceh Angkat Senjata
Perlawanan di Cot Plieng dipimpin oleh Abdul Jalil, seorang ulama muda dari Aceh, yang memprotes kekejaman pendudukan Jepang terhadap romusa.
Abdul Jalil menggerakkan rakyat dan santri di Lhokseumawe untuk melawan Jepang.
Jepang yang menganggap gerakan ini berbahaya mencoba membujuk Abdul Jalil untuk berdamai, namun ia menolak.
Pada 10 November 1942, Jepang menyerang Cot Plieng dan setelah beberapa kali serangan, mereka berhasil menghancurkan pertahanan rakyat dengan membakar masjid.
Abdul Jalil dan beberapa pengikutnya melarikan diri ke Buloh Blang Ara, tetapi akhirnya Abdul Jalil gugur setelah disergap tentara Jepang saat sedang salat.
Perlawanan ini menewaskan 120 rakyat dan melukai 150 orang, sementara Jepang kehilangan 90 prajurit.
Kebencian terhadap Jepang meluas, memicu perlawanan di Jangka Buyadi yang dipimpin oleh Abdul Hamid, dan di Pandrah Kabupaten Bireuen.
Perlawanan ini dipicu oleh penyetoran padi yang berlebihan dan kerja paksa romusa, yang menghalangi petani mengelola sawah mereka.
Jepang juga memaksa rakyat menyerahkan hingga 80 persen hasil panen yang semakin memperburuk situasi.
2. Perlawanan di Singaparna
Baca Juga: Organisasi Militer pada Pendudukan Jepang di Indonesia, Materi Sejarah Kelas XI Kurikulum Merdeka
Rakyat Singaparna yang dikenal religius dan patriotik, menentang pendudukan Jepang karena kebijakan mereka bertentangan dengan ajaran Islam dan menyebabkan penderitaan besar.
Kebijakan Jepang seperti pengerahan tenaga romusa secara paksa dan kewajiban menyerahkan padi membuat rakyat menderita.
Banyak romusa dari Singaparna yang dikirim ke luar Jawa tidak pernah kembali.
Perlawanan terhadap Jepang dipimpin oleh Kiai Zainal Mustafa, pemimpin Pesantren Sukamanah. Ia menentang kebijakan Jepang, terutama praktik seikeirei yang bertentangan dengan Islam.
Pada Februari 1944, rakyat Singaparna, di bawah pimpinan Zainal Mustafa dan Pasukan Tempur Sukamanah yang dipimpin Ajengan Najminudin, mengangkat senjata melawan Jepang.
Zainal Mustafa dan 27 pengikutnya ditangkap dan dihukum mati di Jakarta pada Oktober 1944.
3. Perlawanan di Indramayu
Perlawanan terhadap Jepang di Indramayu, seperti di Singaparna dipicu oleh penderitaan rakyat akibat kebijakan Jepang.
Petani di Indramayu dipaksa menyerahkan sebagian besar hasil panen mereka, sementara pengerahan tenaga romusa semakin memperburuk kondisi.
Perlawanan terjadi di Desa Kaplongan pada April 1944 dan di Desa Cidempet pada Juli 1944.
Kebijakan Jepang yang memaksa petani menyerahkan padi ke balai desa sebelum bisa memohon kembali sebagian hasil panennya memicu protes.
Rakyat yang merasa lebih baik mati melawan Jepang daripada mati kelaparan, mengangkat senjata.
Namun, perlawanan rakyat tak mampu mengalahkan kekuatan Jepang yang lebih unggul, dan banyak rakyat menjadi korban dalam upaya mempertahankan tanah air mereka.
4. Rakyat Kalimantan Angkat Senjata
Perlawanan terhadap Jepang terjadi di banyak wilayah, termasuk Kalimantan. Rakyat di sana, seperti di Jawa dan Sumatera, melawan penindasan Jepang.
Salah satu pemimpin perlawanan di Kalimantan adalah Pang Suma, seorang pemimpin Suku Dayak yang memiliki pengaruh besar di wilayah Tayan, Meliau, dan sekitarnya.
Pang Suma dan pengikutnya menggunakan taktik perang gerilya, memanfaatkan alam seperti hutan belantara, sungai, dan rawa untuk melawan Jepang meskipun jumlah mereka sedikit.
Perlawanan berlangsung sengit berkat dukungan rakyat yang berani. Namun, keberadaan mata-mata Jepang dari kalangan penduduk lokal, termasuk orang Indonesia sendiri, melemahkan perjuangan.
Mata-mata ini kerap menangkap, menyiksa, dan membunuh rakyat yang dicurigai, bahkan saudara sendiri. Akibatnya, perlawanan yang dipimpin Pang Suma akhirnya gagal.
5. Perlawanan Rakyat Irian Barat
Selama pendudukan Jepang, rakyat Irian Barat juga mengalami penderitaan berat, termasuk penganiayaan di luar batas kemanusiaan.
Akibatnya, mereka melancarkan perlawanan dengan gerakan terkenal bernama Gerakan Koreri yang dipimpin oleh L. Rumkorem di Biak, pusat perlawanan terhadap Jepang.
Baca Juga: Tujuan dan Dampak Romusha saat Pendudukan Jepang di Indonesia
Meski hanya bersenjatakan peralatan seadanya, rakyat Irian menunjukkan semangat juang pantang menyerah.
Mereka melancarkan perang gerilya meski menghadapi hukuman berat, seperti eksekusi di depan umum.
Keberanian dan taktik mereka membuat Jepang kewalahan hingga akhirnya meninggalkan Biak, menjadikan daerah ini sebagai wilayah pertama yang bebas dan merdeka di Indonesia.
Perlawanan meluas ke berbagai wilayah, termasuk Yapen Selatan yang dipimpin oleh Silas Papare.
Perjuangan di sana berlangsung lama, bahkan hingga Jepang dikalahkan oleh Sekutu.
Dengan bantuan senjata dari Sekutu, rakyat Yapen Selatan berhasil mengalahkan Jepang, menunjukkan keteguhan mereka dalam melawan kekejaman pendudukan Jepang.
"Berbagai bentuk perlawanan, baik melalui gerilya, aksi massa, atau pemberontakan bersenjata, menegaskan bahwa rakyat Indonesia tidak tinggal diam di bawah penjajahan Jepang."
Demikian penjelasan tentang bentuk-bentuk perlawanan rakyat Indonesia kepada Jepang, materi Sejarah kelas XI Kurikulum Merdeka.
Coba Jawab! |
Siapa yang memimpin perlawanan Cot Plieng, Aceh? |
Petunjuk: Cek di halaman 2. |
Tonton video ini, yuk!
Source | : | kemdikbud.go.id,Kompas.com |
Penulis | : | Rizky Amalia |
Editor | : | Rahwiku Mahanani |
KOMENTAR