adjar.id - Perlawanan Bali dilakukan terhadap tindakan kesewenang-wenangan Belanda dalam mengusik peraturan adat di sana.
Hak Tawan Karang yang telah berlaku di Bali sebelum Belanda datang diprotes oleh Belanda.
O iya, Hak Tawan Karang adalah sebuah tradisi Bali tentang kapal berserta isinya yang karam dan terdampar di pesisir Bali akan menjadi hak bagi raja setempat.
Hal tersebutlah yang tidak disetujui oleh Belanda, terlebih dua kapal mereka harus diakui oleh raja Kerajaan Buleleng.
Hingga kemudian terjadilah pertempuran antara rakyat Bali dengan Belanda, Adjarian.
Penerapan Hak Tawan Karang ini sendiri dilakukan Bali agar dapat melindungi sumber daya karang di wilayahnya.
Hak tersebut berhubungan dengan adat istiadat Bali dalam mengatur pengelolaan sumber daya alam demi kepentingan masyarakat.
Nah, berikut latar belakang dan bentuk perlawanan Bali kepada Belanda.
"Bali merupakan salah satu daerah di Nusantara yang juga ikut berjuang dalam mengusir Belanda."
Menurut pemerintah kolonial Belanda, tradisi Hak Tawan Karang tidak bisa diterima.
Sehingga mereka mengajukan untuk menghapus Hak Tawan Karang tersebut.
Baca Juga: Penyebab dan Dampak Perang Pattimura
Atas bujukan dari Belanda, raja-raja di Bali bisa menerima perjanjian untuk menghapus hukum Tawan Karang.
Akan tetapi, hingga tahun 1844 Raja Buleleng dan Karangasem masih menolak untuk menghapus Hak Tawan Karang dan masih terus menerapkannya.
Kerajaan Buleleng tidak terima terhadap tuntutan ganti ruji yang diajukan oleh pemerintah kolonial Belanda.
Pemerintah kolonial Belanda mengajukan ganti rugi karena dua kapal milik Belanda yang karam di perairan Bali diakusisi oleh Kerajaan Buleleng.
Hingga kemudian Belanda melakukan penyerangan di Bali di pertengahan tahun 1846.
Lalu pecahlah perlawanan Bali yang dilakukan demi melawan Belanda dan mempertahankan tanah Bali.
"Pemaksaan untuk menghapus Hak Tawan Karang oleh Belanda menjadi latar belakang munculnya perlawanan Bali."
Pada pertengahan tahun 1846. Belanda datang ke Bali untuk melakukan penyerangan yang dipimpin oleh komandan tertinggi Van Den Bosch.
Armada Belanda yang datang ke Bali terdiri atas 1.700 prajurit gabungan dari Surabaya dan Batavia.
Selama dua hari, para pasukan dari Kerajaan Buleleng, Karangasem, dan Kalungkung melakukan pertempuran dengan Belanda.
Ketiga kerajaan tersebut bertempur untuk mempertahankan kedaulatan Bali atas Belanda.
Baca Juga: 3 Kebijakan VOC di Bidang Pemerintahan saat Menjajah Indonesia
Akan tetapi, persenjataan Belanda yang lebih lengkap dan modern dibanding Bali, membuat para pejuang Bali mengalami kekalahan.
Kekalahan ini membuat Raja Buleleng I Gusti Ngurah Made dan Ketut Jelantik harus mundur ke daerah Jagaraga, Adjarian.
Pada 6 Juli 1846, pihak Bali terpaksa harus menandatangani perjanjian damai oleh Belanda.
Nah, ternyata penandatanganan tersebut dilakukan oleh pihak Bali sebagai siasat untuk membangun kembali kekuatan mereka.
Sehingga pada periode selanjutnya mereka bisa kembali melawan Belanda.
Pada tahun 1847, Belanda mengetahui pengingkaran perjanjian damai yang dilakukan oleh Bali.
Hingga pada 15 April 1849, semua kekuatan Belanda dikerahkan untuk menyerang daerah Jagaraga dari depan dan belakang.
Pertempuran yang terjadi di Jagaraga ini berlangsung selama dua hari dan kekuatan aliansi Kerajaan Bali bisa ditaklukan oleh Belanda.
I Gusti Ngurah Made dan Ketut Jelantik kemudian melarikan diri ke Karangasem untuk meminta bantuan dari raja Kerajaan Karangasem.
Akan tetapi, Belanda terus mengejar mereka hingga akhirnya mereka berhasil dilumpuhkan oleh Belanda.
"Perlawanan Bali dilakukan setelah Belanda di bawah komando Van Den Bosch melakukan serangan ke Bali di pertengahan tahun 1846."
Baca Juga: Mengenal Daftar Kebijakan Daendels di Indonesia
Nah, itulah latar belakang dan bentuk perlawanan Bali terhadap Belanda, Adjarian.
Coba Jawab! |
Apa latar belakang dari timbulnya perlawanan Bali terhadap Belanda? |
Petunjuk: Cek halaman 1 dan 2. |
---
Sumber: Buku Sejarah Indonesia Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK Kelas XI Semester 1 Edisi Revisi 2017 karya Sardiman Am dan Amurwani Dwi Lestariningsih.
Penulis | : | Nabil Adlani |
Editor | : | Rahwiku Mahanani |
KOMENTAR