adjar.id - Pernahkah Adjarian mendengar istilah perang gerilya?
Perang gerilya ini dipopulerkan oleh Jenderal Soedirman ketika melawan Belanda di masa setelah kemerdekaan Indonesia.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Belanda bersama Sekutu kembali datang ke Indonesia.
Tujuannya adalah untuk kembali menguasai Indonesia.
Hingga akhirnya timbullah berbagai perperangan dan usaha diplomasi yang dilakukan bangsa Indonesia.
Sebab, Belanda tidak mengakui kemerdekaan dan kedaulatan negara Indonesia dan ingin kembali menjajah.
Kemudian terjadi Agresi Militer Belanda yang dilakukan dua kali.
Puncaknya adalah Agresi Militer Belanda II di tahun 1948 yang membuat pasukan Jenderal Soedirman menerapkan taktik perang gerilya.
Lalu, apa itu perang gerilya?
Yuk, kita cari tahu!
"Usaha gerilya dilakukan pasukan Indonesia selama tujuh bulan demi mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara Indonesia."
Baca Juga: Jawab Soal Latih Uji Kompetensi tentang Perjuangan Perang dan Diplomasi Indonesia
Istilah perang gerilya berasal dari bahasa Spanyol, yaitu guerilla yang berarti perang kecil.
Sementara itu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gerilya adalah cara berperang yang tidak terikat secara resmi pada ketentuan perang (biasanya dilakukan dengan sembunyi-sembunyi dan secara tiba-tiba); perang secara kecil-kecilan dan tidak terbuka.
Perang gerilya pada dasarnya merupakan taktik perang yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi tetapi dilakukan secara cepat oleh kelompok kecil.
Hal ini membuat hasil perang menjadi lebih efektif dan terfokus.
Penggunaan taktik perang gerilya termasuk langkah efektif untuk menipu, mengelabui, dan menyabotase lawan secara cepat.
Taktik ini juga sangat cocok digunakan untuk menyerang musuh dengan jumlah besar dan tidak menguasai medan perangnya.
Perang gerilya pernah diterapkan sebagai taktik perang oleh Jenderal Soedirman bersama pasukannya saat melawan Belanda.
Taktik ini jugalah yang kemudian membuat pasukan Jenderal Soedirman bisa menang melawan pasukan Belanda yang besar.
Dalam praktiknya, perang gerilya dilakukan dengan muncul dan menghilang dengan cepat.
Lalu mondar-mandir di beberapa wilayah perang, sehingga musuh tidak bisa melihat dengan jelas tetapi bisa merasakan bahwa akan ada serangan.
Untuk melaksanakan taktik perang ini, para pasukan sangat membutuhkan berbagai pangkalan yang dibangun oleh masyarakat di sekitar medan peperangan.
Baca Juga: Penyebab Terjadinya Agresi Militer Belanda II
Secara singkat, perang gerilya ini akan mengikat musuh dengan cara-cara yang melelahkan.
Hal ini terjadi karena perang tidak dilakukan secara terang-terangan, tetapi dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi.
Selain itu, perang gerilya juga sangat membutuhkan pemimpin pasukan yang cerdas dan memiliki kemampuan untuk menguasai medan perang.
O iya, seorang pemimpin pasukan gerilya juga harus dapat mengetahui psikologis, moral, sosial, dan kebudayaan dari musuhnya.
"Taktik perang gerilya digunakan untuk mengelabui dan menipu musuh karena perang dilakukan secara sembunyi-sembunyi."
Indonesia pernah melaksanakan perang gerilya dengan ciri-ciri:
1. Pasukan Indonesia menyamar menjadi rakyat biasa.
2. Menghindari terjadinya perang secara terbuka.
3. Bisa menghilang di tengah hutan lebat dan malam yang gelap.
4. Mempunyai kemampuan untuk menyerang musuh secara tiba-tiba.
Sebelum Indonesia merdeka dan diterapkan oleh Jenderal Soedirman, taktik perang gerilya juga sudah diterapkan oleh beberapa daerah.
Baca Juga: Agresi Militer Belanda II: Latar Belakang dan Dampak
Misalnya perang padri di Sumatra Barat juga menggunakan taktik perang gerilya dengan tujuan menghalau musuh dengan memecah pasukan menjadi kelompok kecil.
"Salah satu ciri perang gerilya yang pernah diterapkan Indonesia adalah pasukan Indonesia menyamar menjadi rakyat biasa."
Nah, itulah yang dimaksud dengan perang gerilya, Adjarian.
Coba Jawab! |
Mengapa perang gerilya bisa membuat Indonesia menang melawan pasukan Belanda? |
Petunjuk Cek halaman 2 dan 3. |
---
Sumber: Buku Sejarah Indonesia SMA/MA/SMK/MAK Kelas XI Semester 2 Edisi Revisi 2017 karya Sardiman AM, dkk.
Penulis | : | Nabil Adlani |
Editor | : | Rahwiku Mahanani |
KOMENTAR