adjar.id - Selain Kerajaan Gowa Tallo, di Sulawesi juga terdapat kerajaan bercorak Islam lainnya, yaitu Kerajaan Wajo.
Kerajaan Wajo ini berbeda dengan kerajaan lain di Sulawesi Selatan, Adjarian.
Jika kerajaan lain merupakan kerajaan feodal murni, Kerajaan Wajo ini merupakan kerajaan elektif atau demokrasi terbatas.
Kerajaan Wajo didirikan pada abad ke-15 dan pada abad ke-17 berubah menjadi kerajaan Islam setelah berhasil ditakluKkan oleh Kerajaan Gowa Tallo.
Puncak kejayaan dari Kerajaan Wajo terjadi pada abad ke-18, saat kerajaan ini berhasil menggantikan kebesaran Kerajaan Bone.
O iya, berita tentang perkembangan Kerajaan Wajo bisa didapat melalui sumber hikayat lokal.
Pada hikayat lokal tersebut ada cerita yang menghubungkan tentang pendirian Kampung Wajo oleh tiga orang anak raja dari kampung tetangga Cinotta'bi.
Kampung tetangga Cinnotta'bi ini berasal dari keturunan dewa yang mendirikan kampung dan menjadi raja-raja di ketiga bagian bangsa Wajo.
Kepala keluarga dari mereka menjadi raja di seluruh Wajo dengan gelar Batara Wajo.
Berikut sejarah Kerajaan Wajo selengkapnya.
"Kerajaan Wajo berbentuk kerajaan elektif atau demokrasi terbatas yang berbeda dengan kerajaan lain di Sulawesi Selatan pada saat itu."
Baca Juga: Sejarah Kerajaan Gowa Tallo: Masa Kejayaan dan Keruntuhan
Raja dari Kerajaan Wajo dipilih dari kepala keluarga kampung tetangga Cinnotta'bi dengan gelar Batara Wajo.
Setelah Batara Wajo ketiga dilengserkan paksa karena kelakukannya yang buruk, sejak saat itu raja-raja di Wajo tidak lagi secara turun-temurun.
Akan tetapi, raja Kerajaan Wajo dipilih dari seorang keluarga raja menjadi arung-matoa, yaitu raja yang pertama atau utama.
Saat Kerajaan Wajo dipimpin oleh La Tadampare Puang ri Maggalatung Arung Matoa IV, wilayah kekuasaan kerajaan semakin meluas.
Hasilnya Kerajaan Wajo dapat berkembang menjadi salah satu negeri Bugis yang besar, Adjarian.
Pada abad ke-16, posisi Wajo sudah bisa dikatakan sejajar dengan Luwu yang merupakan salah satu kekuatan utama di Sulawesi Selatan.
Sebab Kerajaan Wajo berhasil mendapatkan sebagian wilayah Tiongkok dan Sindenreng.
Namun, keadaan berubah saat Luwu berhasil ditaklukkan oleh Kerajaan Bone yang saat itu bersekutu dengan Kerajaan Gowa Tallo untuk melawan Kerajaan Wajo.
Nah, akhirnya pada pertengahan abad ke-16 Kerajaan Bone dan Gowa Tallo berubah menjadi lawan karena perebutan kekuasaan di Sulawesi Selatan.
Saat itu, Kerajaan Wajo yang sudah jatuh ke tangan Kerajaan Gowa Tallo, mendukung perang melawan Kerajaan Bone tersebut.
Perlakukan keras yang diberlakukan Kerajaan Gowa Tallo terhadap negeri Bugis bawahannya membuat Kerajaan Wajo dan Soppeng membentuk persekutuan.
Baca Juga: 5 Peninggalan Kerajaan Gowa Tallo, Salah Satunya Benteng Somba Opu
Kerajaan Wajo dan Soppeng membentuk Persekutuan Tellumpoccoe bersama dengan Kerajaan Bone di tahun 1582 M.
Tujuan dari persekutuan ini adalah untuk meraih kembali kedaulatan tanah Bugis dan menghentikan Kerajaan Gowa Tallo.
"Kerajaan Wajo mengalami perluasan kekuasaan saat dipimpin oleh La Tadampare Puang ri Maggalatung Arung Matoa IV."
Meski beberapa serangan mengalami kegagalan, Kerajaan Gowa Tallo tetap dapat berkembang menjadi kekuatan utama di Sulawesi Selatan.
Terlebih Kerajaan Gowa Tallo juga dapat menyokong perdagangan internasional dan juga menyebarkan agama Islam.
Pada tahun 1610 Kerajaan Gowa Tallo berhasil mengislamkan Kerajaan Wajo.
Menurut sumber hikayat lokal, seorang ulama bernama Dato ri Bandang dari Minangkabau bahkan memberikan pelajaran agama Islam bagi raja-raja Wajo dan rakyatnya.
"Kerajaan Wajo menjadi kerajaan Islam pada tahun 1610 karena peran dari Kerajaan Gowa Tallo."
Memasuki akhir abad ke-17, Kerajaan Wajo sempat mengalami masa-masa yang buruk karena mendukung Kerajaan Gowa Tallo menghadapi VOC.
Saat Kerajaan Gowa Tallo menyerah kepada VOC, Kerajaan Wajo menolak untuk menandatangani Perjanjian Bongawa dan tetap memilih melawan.
Pada tahun 1670, ibu kota Kerajaan Wajo di Tosora jatuh ke tangan VOC dan Kerajaan Bone yang dipimpin oleh Arung Palakka.
Baca Juga: 7 Peninggalan Kerajaan Banjar, Salah Satunya Masjid Sultan Suriansyah
Rakyat Wajo saat itu memilih untuk bermigrasi karena tidak mau dijajah.
Hingga akhirnya pada tahun 1726, terdapat sosok La Maddukelleng yang menjadi musuh bebuyutan Belanda.
Melihat tekad dan usahannya untuk membebaskan Kerajaan Wajo dan Sulawesi Selatan dari Belanda, ia diangkat menjadi Arung Matoa ke-31 di tahun 1736.
Di bawah kekuasannya, rakyat Kerajaan Wajo berhasil memenangi perang melawan Kerajaan Bone dan ibu kota kerajaan berhasil direbut kembali dari VOC.
La Maddukelleng juga sempat memajukan kehidupan sosial dan politik Kerajaan Wajo sebelum akhirnya di tahun 1754 mengundurkan diri sebagai raja.
"Puncak Kerjayaan Kerajaan Wajo terjadi pada masa pemerintahan La Maddukelleng pada tahun 1736."
Nah, itulah sejarah Kerajaan Wajo, salah satu kerajaan Islam di Sulawesi Selatan.
Coba Jawab! |
Kapan Kerajaan Wajo menjadi kerajaan Islam? |
Petunjuk: Cek halaman 3. |
---
Sumber: Buku Sejarah Indonesia SMA/MA/ SMK/MAK Kelas X Edisi Revisi 2017 karya Restu Gunawan, dkk.
Penulis | : | Nabil Adlani |
Editor | : | Rahwiku Mahanani |
KOMENTAR