adjar.id - Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia (1942-1945) berbagai organisasi semimiliter dibentuk oleh pemerintahan militer Jepang.
Tujuannya adalah memobilisasi rakyat Indonesia, terutama pemuda untuk mendukung upaya perang Jepang di Asia Tenggara, serta mempertahankan wilayah dari serangan Sekutu.
Organisasi semimiliter selama pendudukan Jepang di Indonesia tidak hanya dibentuk untuk mendukung kepentingan Jepang dalam perang.
Melainkan juga menjadi pemicu bagi kebangkitan semangat nasionalisme di kalangan pemuda Indonesia.
Melalui pelatihan militer dan pengorganisasian massa, organisasi ini membantu membangun kesadaran kolektif rakyat Indonesia akan pentingnya mempertahankan tanah air yang nantinya menjadi fondasi bagi perjuangan kemerdekaan.
Organisasi semimiliter ini berperan penting dalam membentuk dinamika sosial politik di masa penjajahan, mengubah struktur sosial bangsa, dan meninggalkan jejak sejarah yang signifikan.
Pembentukan organisasi semimiliter timbul karena pemikiran dari Markas Besar Tentara Jepang agar penduduk di daerah pendudukan dilibatkan dalam aktivitas pertahanan dan kemiliteran termasuk semimiliter.
Selain itu, periode pendudukan Jepang di Indonesia meninggalkan warisan bersejarah yang tidak terhapuskan.
Organisasi semimiliter yang dibentuk oleh Jepang memainkan peran penting dalam menciptakan dinamika sosial dan politik di masa penjajahan.
Berikut ini merupakan beberapa organisasi semimiliter pada pendudukan Jepang di Indonesia, materi Sejarah kelas XI Kurikulum Merdeka.
"Organisasi semimiliter bentukan Jepang memiliki pengaruh yang cukup besar untuk Indonesia."
Organisasi Semimiliter pada Pendudukan Jepang di Indonesia
1. Pengerahan Tenaga Pemuda
Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, kelompok pemuda memiliki peran penting karena jumlahnya yang besar.
Jepang menilai bahwa para pemuda, terutama yang tinggal di pedesaan, masih belum terpengaruh oleh budaya Barat, secara fisik kuat, semangat, dan pemberani.
Oleh sebab itu, Jepang berusaha melibatkan mereka untuk memperkuat posisinya dalam perang.
Jepang menjadikan pemuda sebagai target utama propaganda, dengan menggunakan slogan "Gerakan Tiga A" dan "Jepang, Indonesia Sama Saja, Jepang Saudara Tua" untuk menarik perhatian mereka.
Bagi para pemuda, janji persamaan dari Jepang ini dianggap sebagai perubahan yang signifikan dari diskriminasi yang dialami pada masa penjajahan Belanda.
Sebelum membentuk organisasi semimiliter, Jepang sudah melatih pemuda agar memiliki disiplin, semangat juang (seishin), dan jiwa ksatria (bushido).
Melalui pendidikan formal dan pelatihan khusus, Jepang berusaha menanamkan semangat ini.
Salah satu bentuk pelatihan tersebut adalah Barisan Pemuda Asia Raya (BPAR) yang dibentuk pada 11 Juni 1942 dan dipimpin oleh dr. Slamet Sudibyo dan S.A. Saleh.
BPAR merupakan bagian dari Gerakan Tiga A dan melaksanakan program pelatihan selama tiga bulan tanpa batasan jumlah peserta, dengan fokus pada pembinaan semangat dan keyakinan karena mereka dianggap akan menjadi pemimpin pemuda.
Selain BPAR, Jepang juga membentuk San A Seinen Kutensho di bawah Gerakan Tiga A yang ditujukan bagi pemuda yang sudah aktif dalam organisasi seperti kepanduan.
Baca Juga: Organisasi Pergerakan Masa Pendudukan Jepang, Materi Sejarah Kelas XI Kurikulum Merdeka
Latihan di San A Seinen Kutensho berlangsung selama satu setengah bulan, mengajarkan kedisiplinan, semangat, serta keterampilan praktis seperti memasak, merawat rumah, berkebun, dan belajar bahasa Jepang. Di tahap awal, sekitar 250 pemuda telah dilatih.
Di samping itu, kegiatan kepanduan seperti "Perkemahan Kepanduan Indonesia" (Perkindo) juga tetap diadakan yang berperan penting dalam membina semangat dan kedisiplinan pemuda.
Gerakan kepanduan ini menjadi wadah yang efektif untuk mencetak kader-kader muda yang bersemangat.
2. Organisasi Seinendan
Seinendan atau Korps Pemuda adalah sebuah organisasi yang terdiri dari pemuda berusia 14-22 tahun.
Awalnya, anggota Seinendan berjumlah 3.500 orang dari seluruh Jawa.
Tujuan utama dari pembentukan Seinendan adalah untuk melatih dan mendidik para pemuda agar mereka mampu menjaga dan mempertahankan tanah air mereka dengan kekuatan sendiri.
Bagi Jepang, Seinendan berfungsi sebagai cadangan kekuatan untuk mendukung kemenangan dalam Perang Asia Timur Raya dengan cara melatih para pemuda untuk memperkuat pertahanan.
Pengelolaan kegiatan Seinendan diserahkan kepada pejabat lokal, seperti syucokan di tingkat syu dan kenco di tingkat ken.
Selain itu, Jepang juga membentuk cabang putri yang disebut Josyi Seinendan untuk memperluas jumlah anggotanya.
Menjelang akhir pendudukan Jepang, jumlah anggota Seinendan mencapai sekitar 500.000 pemuda.
Beberapa tokoh Indonesia yang pernah tergabung dalam Seinendan termasuk Sukarni dan Latief Hendraningrat.
3. Keibodan
Keibodan atau Korps Kewaspadaan adalah organisasi semimiliter yang beranggotakan pemuda berusia 25-35 tahun.
Anggota Keibodan harus memenuhi persyaratan berupa kondisi fisik yang sehat dan perilaku yang baik.
Dikarenakan usia mereka lebih dewasa, anggota Keibodan dinilai siap membantu Jepang dalam menjaga keamanan dan ketertiban.
Organisasi ini didirikan untuk mendukung tugas polisi, seperti mengatur lalu lintas dan menjaga keamanan desa. Oleh karena itu, anggota Keibodan dilatih dalam keterampilan militer.
Keibodan dibina oleh Departemen Kepolisian Jepang (Keimubu) dan di wilayah syu dibimbing oleh Bagian Kepolisian (Keisatsubu). Di komunitas Tionghoa, Keibodan dikenal sebagai Kakyo Keibotai.
Untuk meningkatkan kemampuan Keibodan, Jepang mengadakan pelatihan khusus bagi para kader di sekolah Kepolisian Sukabumi, dengan durasi pelatihan satu bulan.
Pelatihan ini diawasi langsung oleh polisi Jepang, dan peserta tidak diperbolehkan terpengaruh oleh kaum nasionalis.
Seinendan dan Keibodan dibentuk di seluruh Indonesia, meski namanya bervariasi.
Baca Juga: Organisasi Semimiliter pada Masa Pendudukan Jepang di Indonesia
Di Sumatra, organisasi semimiliter ini disebut Bogodan, sedangkan di Kalimantan dinamakan Borneo Konan Kokokudan.
Diperkirakan jumlah anggota Seinendan mencapai dua juta orang dan Keibodan mencapai satu juta orang.
4. Barisan Pelopor
Organisasi ini dibentuk oleh Jepang pada 1 November 1944 sebagai hasil dari rapat Chuo-Sangi-In (Dewan Pertimbangan Pusat) yang bertujuan membangun kesadaran rakyat untuk menjaga tanah air dari musuh.
Organisasi ini memiliki sifat semimiliter, dengan pemimpin utama seorang nasionalis, Ir. Sukarno, yang didukung oleh R.P. Suroso, Otto Iskandardinata, dan Buntaran Martoatmojo.
Barisan Pelopor tumbuh di daerah perkotaan dan menyediakan pelatihan militer dasar bagi pemuda, meskipun hanya menggunakan senjata sederhana seperti senapan kayu dan bambu runcing.
Selain latihan militer, anggota juga dilatih untuk menggerakkan massa dan memperkuat pertahanan.
Keanggotaan organisasi ini mencakup berbagai kalangan pemuda, baik yang berpendidikan maupun tidak.
Tujuannya adalah menciptakan solidaritas dan semangat kebangsaan. Organisasi ini bernaung di bawah Jawa Hokokai, dengan jumlah anggota mencapai 60.000 orang.
Barisan Pelopor juga memiliki unit khusus bernama Barisan Pelopor Istimewa, yang terdiri dari 100 anggota terpilih dari asrama pemuda, di antaranya Supeno, D.N. Aidit, dan Johar Nur.
Organisasi ini dipimpin oleh para nasionalis sehingga berkembang pesat dan meningkatkan semangat nasionalisme dan persaudaraan di kalangan rakyat Indonesia.
Baca Juga: Dampak Kependudukan Jepang di Indonesia
"Ada beberapa organisasi semimiliter pada pendudukan Jepang di Indonesia, yaitu Pengerahan Tenaga Pemuda, Organisasi Seinendan, Keibodan, dan Barisan Pelopor."
Demikian penjelasan tentang organisasi semimiliter pada pendudukan Jepang di Indonesia, materi Sejarah kelas XI Kurikulum Merdeka.
Coba Jawab! |
Apa yang dimaksud dengan Barisan Pemuda Asia Raya (BPAR)? |
Petunjuk: Cek di halaman 2. |
Tonton video ini, yuk!