Berikut bentuk-bentuk perlawanan rakyat Indonesia terhadap Jepang di beberapa daerah di Indonesia.
Perlawanan terbuka yang dilatarbelakangi oleh alasan agama untuk pertama kalinya terjadi di Aceh.
Hanya delapan bulan setelah beberapa tokoh setempat membantu kemudahan bagi Jepang untuk masuk ke Aceh.
Perlawanan itu terjadi di Bayu, Cot Plieng, dan dekat Lhokseumawe dipimpin oleh seorang ulama muda Tengku Abdul Djalil.
Tengku Abdul Djalil ini menentang kewajiban melaksanakan seikeirei yang dianggap mengubah kiblat ke matahari.
Pada 10 November 1942, pasukan Jepang dikerahkan dari Bireun, Lhok Sukon, Lhokseumawe, dan Cot Plieng.
Pasukan yang dilengkapi dengan senapan, mesin berat, mortas, dan jenis senjata api lainnya tersebut dihadapi dengan senjata tradisional, Adjarian.
Bersama dengan murid-muridnya, Abdul Djalil menyingkir ke Blang Kampong Teungah yang kemudian tempat ini juga diserbu pada 13 November 1942.
Kota Blitar pada 14 Februari 1945 dikejutkan dengan kejadian yang menghebohkan.
Sepasukan prajurit Pembela Tanah Air atau PETA melakukan perlawanan terhadap militer Jepang.
Perlawanan prajurit PETA ini dipimpin oleh Shodaco Supriyadi, Shodaco Muradi, dan Shodaco Sunanto.
Baca Juga: Penjajahan Jepang di Berbagai Wilayah di Indonesia, Materi Sejarah Kelas 11 Kurikulum Merdeka
Penulis | : | Nabil Adlani |
Editor | : | Rahwiku Mahanani |
KOMENTAR