Presiden Indonesia saat itu, yaitu Susilo Bambang Yudhoyono bersama Abdullah Ahmad Badawi, dan Perdana Menteri Malaysia berusaha untuk mencegah konflik kedua negara.
Pilihan damai dan mengakhiri konflik dalam kasus ini bagi pemerintah Indonesia memiliki beberapa pertimbangan, yaitu:
- Kedekatan kultur Indonesia dan Malaysia yang sudah terjalin sejak lama.
- Banyaknya penduduk Indonesia yang berada di Malaysia.
- Hubungan bilateral kedua negara yang sangat baik sebagai pendiri ASEAN.
3. Bagaimana argumen yang dibangun oleh Malaysia dalam melakukan klaim terhadap kepemilikan Blok Ambalat?
Jawaban: Klaim Malaysia terhadap kepemilikan Blok Ambalat didasari atas Keputusan Mahkamah Internasional No.102 tahun 2002.
Keputusan tersebut berisikan tentang Pulau Sipadan dan Ligitan menjadi hak milik Malaysia.
Atas putusan ini, Malaysia melakukan klaim sepihak sebagai negara kepulauan yang sudah mempunyai hak legal terhadap pengelolaan dua pulau tersebut.
4. Bagaimana sikap Indonesia dalam menghadapi sengketa batas wilayah Blok Ambalat dengan Malaysia?
Jawaban: Pada tahun 1980, Indonesia secara tegas menyatakan protes terhadap pelanggaran yang dilakukan Malaysia.
Baca Juga: Rangkuman Materi Wilayah Indonesia, Pelajaran PPKn Kelas VII
Klaim Malaysia tersebut dinilai Indonesia sebagai keputusan politik dan tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
Bagi Indonesia dan negara-negara lain, garis batas yang ditentukan oleh Malaysia keluar dari ketentuan Zona Ekonomi Ekslusif atau ZEE sejauh 200 mil laut.
5. Bagaimana argumen yang dibangun oleh Indonesia dalam melakukan klaim terhadap kepemilikan Blok Ambalat?
Jawaban: Indonesia tetap berpegang pada UNCLOS 1982 yang menyebut bahwa landas kontinen dihitung sejauh 200 mil laut dari garis pangkalnya.
Selain itu, Indonesia juga telah dikenal lebih dahulu sebagai negara kepulauan melalui Deklarasi Juanda 1957 yang diperjuangkan untuk masuk ke forum UNCLOS.
Nah, itulah pembahasan soal Uji Pemahaman tentang Sengketa Batas Wilayah antara Indonesia dan Malaysia, Adjarian.
Penulis | : | Nabil Adlani |
Editor | : | Rahwiku Mahanani |
KOMENTAR