Pembentukan MPRS pada masa demokrasi terpimpin dipilih dan diangkat langsung oleh presiden.
Padahal seharusnya MPRS dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum atau pemilu.
Demokrasi terpimpin di Indonesia dijalankan berdasarkan sila keempat Pancasila, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Akan tetapi, saat itu Presiden Soekarno tidak menafsirkan Pancasila secara utuh.
"Terpimpin" ditafsirkan dengan arti pimpinan di tangan pemimpin besar revolusi.
Hal ini yang membuat peran presiden sangat besar dan mengarah pada perilaku otoriter.
Pada pelaksaannya, demokrasi terpimpin lebih cenderung berpusat pada kekuasaan presiden sebagai pemimpin besar revolusi.
Hal ini merupakan bentuk penyimpangan terhadap nilai-nilai demokrasi karena adanya kekuasan pemimpin yang terpusat sehingga menyebabkan hilangnya kontrol sosial.
Presiden Soekarno membubarkan DPR hasil pemilu 1955 dan menunjuk anggota DPRGR atau Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong.
Peran DPRGR ini hanya merupakan instrumen politik lembaga kepresidenan, sementara peran lembaga legislatif sangatlah lemah.
Hal ini menjadi bentuk penyimpangan karena sebenarnya kedudukan presiden dan DPR seimbang.
Baca Juga: Karakteristik Demokrasi Terpimpin di Indonesia pada Periode 1959-1965
Penulis | : | Nabil Adlani |
Editor | : | Rahwiku Mahanani |
KOMENTAR