Mengenal 3 Jenis Unggah-ungguh dalam Bahasa Jawa serta Contohnya

By Rizky Amalia, Rabu, 8 Mei 2024 | 14:00 WIB
'Unggah-ungguh' bahasa Jawa ialah sopan santun, tata susila, tata krama, dan etika dalam bahasa Jawa. (Unsplash)

adjar.id - Apa yang Adjarian ketahui tentang unggah-ungguh dalam bahasa Jawa?

Kata unggah-ungguh berasal dari bahasa Jawa yang dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai tata krama atau sopan santun.

Nah, unggah-ungguh juga diartikan sebagai tutur bahasa.

Bersumber dari kompas.com, unggah-ungguh bahasa Jawa ialah sopan santun, tata susila, tata krama, dan etika dalam bahasa Jawa.

Setiap tingkatan bahasa Jawa tersebut memiliki makna dan fungsi sehingga seseorang dapat berkomunikasi sesuai dengan tata krama.

Aturan atau unggah-ungguh dalam penggunaan bahasa Jawa berdasarkan untuk menghindari kesalahpahaman antara kedua pihak yang sedang berkomunikasi.

Sejak zaman dahulu masyarakat Jawa sudah mengenal norma dan tataran bahasa Jawa digunakan untuk saling menghormati dalam berkomunikasi.

Unggah-ungguh bahasa Jawa juga digunakan dalam konsep sopan santun bersikap atau bertingkah laku.

Pada artikel ini kita akan mengenal dan mempelajari jenis-jenis unggah-ungguh dalam bahasa Jawa. Yuk, simak informasi di bawah!

Jenis Unggah-ungguh dalam Bahasa Jawa

Berdasarkan kosakata yang digunakan, ungguh-ungguh dalam bahasa Jawa dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Bahasa Jawa Ngoko

Baca Juga: 2 Jenis Tembung Camboran Berdasarkan Bentuk dalam Bahasa Jawa serta Contohnya

Bahasa Jawa ngoko digunakan untuk berbicara dengan orang seumuran atau setara.

Selain itu, bahasa Jawa ngoko juga digunakan oleh seseorang yang memiliki kasta lebih tinggi pada yang lebih rendah atau di bawahnya.

Bahasa Jawa ngoko dibagi menjadi dua jenis, di antaranya:

Berdasarkan kosakata yang digunakan, ungguh-ungguh dalam bahasa Jawa dibagi menjadi tiga jenis, bahasa Jawa 'ngoko', 'krama', dan netral. (Mikhail Nilov)

Bahasa Jawa ngoko lugu merupakan bahasa Jawa yang digunakan untuk berdialog atau berbicara antara masyarakat pada umumnya atau bangsawan dengan pelayannya.

Contoh: Ryan uwis maem apa durung?

(Ryan sudah makan apa belum?)

Bahasa Jawa ngoko alus biasanya digunakan antara saudara tua kepada saudara muda, orang tua dengan anaknya, dan juga pimpinan kepada karyawannya.

Contoh: Ryan apa wis kondur?

Baca Juga: Ciri-Ciri Tembung Lingga serta Contohnya dalam Kalimat, Apa Saja?

(Apa Ryan sudah pulang?)

2. Bahasa Jawa Krama

Unggah-ungguh dalam bahasa Jawa krama juga dibagi menjadi dua, yaitu:

Pada bahasa Jawa krama lugu digunakan dalam dialog antara sesama bangsawan yang sudah lebih akrab.

Bersumber dari kompas.com, bahasa krama lugu menggunakan campuran bahasa Jawa netral dan krama madya.

Contoh: Mas Ryan, nopo bade mbeta roti?

(Mas Ryan, apakah ingin membawa roti?)

Rahukah Adjarian? Krama alus juga disebut dengan krama inggil.

Bahasa ini digunakan oleh murid kepada gurunya, anak muda dengan orang yang lebih tua, dan pelayan dengan bangsawan.

Baca Juga: Contoh Percakapan Bahasa Jawa dengan Teman tentang Tugas Sekolah

Bahasa krama alus menggunakan campuran bahasa Jawa netral dengan krama inggil, ya.

Contoh: Bapak Ryan ngendika menawi mangke ndalu saget rawuh dateng dalemipun Pak Lurah.

(Bapak Ryan bilang bahwa nanti malam bisa berkunjung ke rumah Pak Lurah.)

3. Bahasa Jawa Netral

Bahasa Jawa netral merupakan jenis unggah-ungguh bahasa Jawa yang dapat digunakan untuk semua kalangan.

Kosakata dalam bahasa Jawa netral tidak memiliki makna halus maupun kasar serta dapat digunakan untuk diri sendiri dan orang lain.

Contoh: manut (patuh), marem (puas), nelangsa (menderita).

Nah, itulah penjelasan tentang jenis-jenis unggah-ungguh dalam bahasa Jawa.

Coba Jawab!
Apa fungsi unggah-ungguh bahasa Jawa?
Petunjuk: Cek di halaman 1.

Tonton video ini, yuk!