adjar.id – Demokrasi liberal pernah diterapkan di Indonesia, tepatnya pada tahun 1949 sampai tahun 1959.
Demokrasi liberal adalah bentuk demokrasi yang memberikan kebebasan sebesar-besarnya bagi setiap warga negara Indonesia.
Ciri dari demokrasi liberal ialah tidak adanya batas bagi setiap individu ataupun golongan untuk saling berserikat dan berkumpul.
Nah, secara konstitusional, demokrasi liberal ini dapat diartikan sebagai hak-hak individu yang berada di bawah kekuasaan pemerintah.
Tujuan dari diterapkannya demokrasi liberal adalah untuk memberikan rasa keadilan hukum yang sama bagi setiap warga negara Indonesia, Adjarian.
Pada masa demokrasi liberal, diterapkan berbagai sistem pemerintahan, salah satunya sistem parlementer.
Sistem parlementer adalah sistem pemerintahan yang kekuasaan eksekutifnya bertanggung jawab secara langsung terhadap badan legislatif.
Pada sistem pemerintahan parlementer, kepala pemerintahan negara dipegang oleh perdana menteri sementara kepala negara dipegang oleh presiden.
O iya, berikut beberapa kondisi politik yang terjadi pada masa penerapan sistem demokrasi liberal di Indonesia.
Kondisi Politik pada Sistem Demokrasi Liberal
1. Cepatnya Pergantian Kabinet
Masa demokrasi liberal di Indonesia membuat adanya sistem multipartai yang menyebabkan persaingan dari berbagai golongan.
Saat itu, masing-masing partai cenderung memikirkan kemenangan kelompok masing-masing, sehingga menciptakan ketidakstabilan kondisi politik.
Baca Juga: 7 Kabinet pada Masa Demokrasi Liberal
Hal tersebut dibuktikan dengan pergantian kabinet yang sangat cepat.
Dalam periode 1949 sampai 1950, ada tujuh pergantian kabinet, yaitu Kabinet Natsir, Kabinet Sukiman, Kabinet Wilopo, Kabinet Ali Sastromijoyo I, Kabunet Burhanuddin Harahap, Kabinet Sastroamijoyo II, dan Kabinet Juanda.
2. Kerenggangan Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah
Pergantian kabinet yang terlalu singkat membuat adanya rasa kurang puas dari pemerintahan daerah.
Sebab, pemerintah pusat tidak terlalu memikirkan nasib daerah-daerah yang masih dalam proses pembangunan yang belum stabil setelah kemerdekaan.
Kerenggangan hubungan pemerintah pusat dan daerah menyebabkan munculnya berbagai gerakan separatis atau pemisahan diri di berbagai daerah.
3. Terjadinya Pemilu Pertama
Pada masa demokrasi liberal, terjadi pemilihan umum atau pemilu pertama di Indonesia, yakni pada tahun 1955.
Sebenarnya, pemilu ini telah lama direncanakan, tetapi baru bisa diwujudkan pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap.
Pemilihan umum pada masa ini berlangsung dua kali, yaitu pada 29 Maret 1955 untuk memilih DPR dan anggota parlemen serta 15 Desember 1966 untuk memilih anggota dewan konstituante.
Pada pemilu 1955, ada empat partai yang muncul sebagai pemenang.
4. Kemacetan Konstituante
Pemilu yang terjadi pada 15 Desember 1955 bertujuan untuk membentu dewan konstituante yang tugasnya menyusun UUD.
Akan tetapii selama 1956 sampai 1959, dewan konstituante ini tidak bisa merumuskan UUD.
Baca Juga: Ciri-Ciri Demokrasi Liberal
Kemudian pada 22 April 1959, Presiden Soekarno berpidato di hadapan dewan konsutituante dengan menganjurkan UUD 1945 digunakan sebagai UUD Indonesia.
Meski begitu, konstituante tetap mengalami kemacetan dalam pengambilan suara untuk menentapkan UUD 1945.
Pada 3 Juni 1959 dewan konstituante menyatakan adanya reses yang menyebabkan pembubaran dewan konstituante.
5. Dekrit Presiden
Kegiatan politik yang terjadi di Indonesia dilarang sejak 3 Juni 1959 karena adanya rasa khawatir dapat membahayakan negara.
Kondisi kehidupan politik di Indonesia semakin tidak kondusif.
Presiden Soekarno puun akhirnya mengumumkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Isi Dekrit Presiden tersebut meliputi:
- Pembubaran konstituante.
- Pemberlakukan UUD 1945.
- Dibentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Nah, itulah kondisi politik pada masa sistem pemerintahan liberal di Indonesia.
Baca Juga: Perbedaan Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin
Coba Jawab! |
Apa yang dimaksud dengan demokrasi liberal? |
Petunjuk: Cek halaman 1. |