Sebelum sistem demokrasi ini diterapkan, Indonesia pernah menerapkan demokrasi liberal di tahun 1950 sampai 1959.
Akan tetapi, sistem demokrasi liberal ini tidak stabil sehingga sering terjadi pergantian kabinet yang membuat program kerja kabinet tidak dapat berjalan dengan baik.
Lalu, pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang berisikan:
1. Pembubaran konstituante.
2. Berlakunya kembali UUD 1945.
3. Tidak berlakunya UUDS 1950.
4. Dibentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).
Dekrit Presiden 5 Juli ini menjadi penanda berakhirnya demokrasi liberal dan berganti menjadi demokrasi terpimpin.
Saat itu, demokrasi terpimpin hadir sebagai gagasan pembaruan bagi kehidupan politik, sosial, dan ekonomi.
Karakteristik utama dari demokrasi terpimpin adalah digabungkannya sistem kepartaian dengan terbentuknya Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong atau DPR-GR.
Di sisi lain, peran dari lembaga legislatif dalam sistem politik nasional menjadi melemah, begitu juga hak asasi manusia.
Baca Juga: 5 Kekurangan Penerapan Demokrasi Terpimpin di Indonesia