adjar.id - Bagaimana perlawanan daerah terhadap penjajah setelah abad ke-19?
Para pejuang telah melakukan perlawanan selama bertahun-tahun untuk mencapai kemerdekaan.
Perlawanan setelah tahun 1800 ini ditandai dengan persaingan memperebutkan hegemoni di antara kerajaan-kerajaan Nusantara.
Hegemoni adalah pengaruh, dominasi, kekuasaan, dan sebagainya oleh suatu negara atas negara lain.
Bersumber dari kompas.com, pada abad ke-19, masyarakat Indonesia berupaya keras untuk melakukan perlawanan.
Nah, tujuan utama dari perlawanan daerah ini ialah untuk mengusir penjajahan dari Nusantara, Adjarian.
Kerajaan merasa dirugikan dengan kedatangan bangsa asing ke Nusantara. Maka banyak perlawanan dilakukan untuk mengusir penjajah dari daerah kekuasannya.
Meski demikian, sifat perlawanan daerah dari para raja atau sultan dan rakyat kepada penjajah masih sangat lokal.
Pada penghujung abad ke-19, VOC dibubarkan dan penguasaan negara-negara koloni berada di bawah langsung pemerintah Belanda.
Namun, perubahan tersebut tidak mengubah praktik kolonialisme di Indonesia bahkan lebih eksploitatif.
Yuk, kita pelajari sama-sama perlawanan daerah terhadap penjajah setelah abad ke-19!
Baca Juga: 6 Dampak Penjajahan di Negara Koloni, Materi Sejarah Kelas XI
"Perlawanan daerah terus dilakukan para raja, sultan, dan rakyat untuk mengusir penjajah dari daerah kekuasaan demi mencapai kemerdekaan."
1. Perlawanan Pattimura
Salah satu perlawanan daerah terhadap penjajah setelah abad ke-19 adalah perlawanan Pattimura.
Maluku adalah wilayah perdagangan rempah-rempah yang sudah diperebutkan oleh bangsa Eropa sejak abad ke-15.
Memasuki abad ke-19 rakyat Maluku berjuang untuk melawan penjajah karena tidak ingin orang Belanda kembali menguasai wilayah ini.
Thomas Matulessy atau Kapitan Pattimura bersama dengan panglima perang perempuan Martha Christina Tiahahu kemudian melaksanakan serangan dalam rangka menentang kebijakan Belanda.
Keduanya terlibat beberapa kali pertempuran hebat yang berhasil menguasai Benteng Duurstede yang dibangun Belanda.
Namun, akhirnya perjuangan mereka harus berakhir setelah berhasil ditangkap. Pattimura kemudian dihukum gantung pada Desember 1817.
Sementara Martha Christina Tiahahu dalam perjalanannya untuk menjalani pengasingan akhirnya wafat di atas perahu karena menolak makan dan obat dari Belanda.
2. Perang Padri
Baca Juga: 5 Dampak Kolonialisme di Indonesia di Berbagai Bidang, Materi Sejarah Kelas XI
Perlawanan rakyat Sumatera Barat atau dikenal dengan Perang Padri tepatnya di wilayah Kerajaan Pagaruyung.
Perang ini berawal dari konflik internal masyarakat Minangkabau, yakni golongan adat dan kaum Padri (golongan ulama).
Bersumber dari kemdikbud.go.id, kaum Padri ingin menghentikan kebiasaan kaum adat yang sering melakukan judi, sabung ayam, dan mabuk-mabukan.
Perseteruan bermula tahun 1803 dan berakhir dengan kekalahan Kaum Adat pada 1838.
Kondisi ini dimanfaatkan Belanda untuk melancarkan politik devide et impera.
Belanda bekerja sama dengan kaum adat untuk melawan kaum Padri dengan tujuan ingin menguasai wilayah Sumatera Barat.
Tuanku Imam Bonjol adalah tokoh yang memimpin kaum Padri. Perang Padri berlangsung antara tahun 1821 hingga 1838.
Tuanku Imam Bonjol dapat mengajak kaum adat untuk menyadari tipu daya Belanda dan bersatu menghadapi pemerintah kolonial Belanda.
3. Perang Diponegoro
Belanda menggunakan siasat perang Benteng Stelsel pada 1927 untuk meredam perlawanan Pangeran Diponegoro.
Caranya adalah mendirikan Benteng di setiap daerah yang dapat dikuasai untuk kemudian mengawasi daerah sekitarnya.
Baca Juga: 4 Bentuk Perlawanan Bangsa Indonesia terhadap Kolonialisme? Materi Sejarah Kelas XI
Pasukan gerak cepat menjadi andalan Belanda untuk dapat menghubungkan satu benteng dengan benteng lainnya.
Akan tetapi taktik Benteng Stelsel tidak mampu menahan perlawanan dari pasukan Diponegoro.
Akhirnya Belanda menggunakan tipu muslihat untuk dapat menangkap Pangeran Diponegoro.
Dengan iming-iming untuk mengadakan perundingan damai, Belanda secara licik menangkap Pangeran Diponegoro di Magelang.
Dampak dari penangkapan itu adalah semakin melemahnya gerak pasukan Diponegoro.
Meski demikian, Belanda justru mengalami kerugian karena bukan hanya menguras tenaga, perang pun mengeluarkan biaya yang sangat banyak.
4. Perang Bali
Perlawanan yang dilakukan oleh rakyat Bali bermula karena tindakan protes Belanda terhadap kebijakan Kerajaan Bali yang disebut Hak Tawan Karang.
Aturan tersebut memberikan hak kepada kerajaan-kerajaan Bali untuk mengambil dan merampas muatan kapal asing yang terdampar di Perairan Bali.
Namun, protes Belanda kepada penguasa lokal di Bali tidak membuahkan hasil.
Hak Tawan Karang tetap berlaku sehingga memicu terjadinya Perang Puputan Margarana atau perang habis-habisan antara kerajaan-kerajaan Bali yang dipimpin I Gusti Ketut Jelantik melawan bangsa kolonial Belanda.
Baca Juga: 5 Periode Kolonialisme yang Berlangsung di Indonesia, Materi Sejarah Kelas XI
"Bentuk perlawanan daerah terhadap penjajah setelah abad ke-19 ialah perang Pattimura, perang padri, perang Diponegoro, dan perang Bali."
Demikian informasi tentang bentuk perlawanan daerah terhadap penjajah setelah abad ke-19, materi Sejarah kelas XI.
Coba Jawab! |
Siapakah Martha Christina Tiahahu? |
Petunjuk: Cek di halaman 2. |
Tonton video ini, yuk!
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Rizky Amalia |
Editor | : | Rahwiku Mahanani |
KOMENTAR