adjar.id - Memasuki Perang Dunia II, menjadi awal runtuhnya Hindia Belanda.
Perang Dunia II sendiri terjadi ketika tentara Jerman melakukan penyerbuan dan melancarkan perang kilat, Adjarian.
Serangan tersebut berdampak bagi Hindia Belanda yang harus menghadapi invasi Jepang.
Karena kondisi yang tidak baik, Hindia Belanda tidak bisa membendung serangan Jepang.
Kekalahan Hindia Belanda terhadap Jepang mulai terjadi setelah Jepang berhasil menguasai beberapa wilayah di Indonesia.
Lalu, bagaimana sejarah jatuhnya Hindia Belanda?
Simak pembahasannya, yuk!
"Perang Dunia II menjadi awal melemahnya pertahanan Hindia Belanda."
Ketika Jepang melakukan invasi di tahun 1940, Hindia Belanda sudah tidak lagi mempunyai kekuatan untuk berjuang.
Sehingga, Hindia Belanda membutuhkan bantuan dari negara lain.
Hindia Belanda meminta bantuan dari Sekutu induknya, yaitu Amerika Serikan, Inggris, dan Australia, akan tetapi tidak banyak bantuan yang didapat.
Baca Juga: Perjanjian Kalijati: Latar Belakang dan Isi, Materi Sejarah Kelas XI Kurikulum Merdeka
Hal ini terjadi karena Inggris sedang berjuang melawan invasi Jerman, begitu juga dengan Australia dan Amerika Serikat.
Nah, datangnya Jepang untuk menyerang Hindia Belanda bukan tanpa alasan, Adjarian.
Jepang adalah negara yang tidak memiliki sumber daya alam yang memadai untuk memajukan perekonomian.
Maka dari itu, Jepang sangat bergantung kepada pasokan dari negeri yang berlimpah sumber daya alamnya, yaitu Hindia Belanda.
Terlebih Hindia Belanda adalah salah satu daerah penghasil ladang minyak bumi.
Hindia Belanda juga menghasilkan bauksit yang merupakan bahan pembuat timah, alumunium, dan karet.
Itu sebabnya Hindia Belanda menjadi target bagi Jepang untuk melakukan invasi.
"Lemahnya kekuatan Hindia Belanda dan keinginan Jepang untuk mendapatkan sumber daya alam menjadi awal mula jatuhnya Hindia Belanda."
Saat Jepang mulai melakukan penyerbuan ke Hindia Belanda, tempat yang menjadi sasaran utamanya adalah pengeboran minyak di Tarakan, Balikpapan, dan Palembang.
Gerakan ini dilakukan setelah pertahanan Hindia Belanda di utara Sulawesi sukses dihancurkan pada 26 Desember 1941.
Kekuatan udara Jepang juga tidak mendapatkan kesulitan untuk bisa menghancurkan pangkalan dan pertahanan udara Hindia Belanda di Sulawesi Utara.
Baca Juga: Dampak Penjajahan Jepang di Berbagai Bidang, Materi Sejarah Kelas XI Kurikulum Merdeka
Kemudian, pada tanggal 10 dan 11 Januari 1942, 6000 tentara Jepang berhasil mendarat di Tarakan.
Mendaratnya tentara Jepang tersebut membuat pertempuran mulai terjadi dengan Hindia Belanda.
Setelah berhasil menguasai Tarakan, sasaran Jepang selanjutnya adalah Palembang.
Palembang merupakan wilayah penghasil sumber minyak mentah yang menghasilkan setengah produksi seluruh Hindia Belanda.
Pada 14 Februari 1942, sejumlah 600 tentera pasukan komando Jepang mendarat di lapangan udara Palembang.
Meski sempat memukul mundur pasukan Jepang, akan tetapi datangnya pasukan besar infantri Jepang berhasil masuk dan merusak fasilitas pengeboran minyak.
Tidak hanya Palembang, Jepang juga berhasil menguasai wilayah Ambon, Bali, dan Timor.
"Jepang pertama kali mendarat di Tarakan dan melakukan penyerangan di Palembang untuk menguasai sumber minyak mentah Hindia Belanda."
Karena sudah tidak bisa melawan, Hindia Belanda memberikan surat pernyataan menyerah kepada Jepang pada 8 Maret 1942.
Surat pernyataan tersebut kemudian tersebar luas melalui siaran terakhir Nederlandsch Indische Radio Omprope atau NIROM yang ada di Bandung.
Mulai saat itu, masa kekuasaan kolonial Belanda yang telah lama menjajah Indonesia berakhir.
Baca Juga: Alasan Belanda Menyerah kepada Jepang, Materi Sejarah Kelas XI Kurikulum Merdeka
"8 Maret 1942 menjadi tanggal berakhirnya penjajahan kolonial Belanda di Indonesia."
Itulah sejarah jatuhnya Hindia Belanda dan berganti menjadi kekuatan Jepang.
Coba Jawab! |
Di wilayah mana saja yang menjadi sasaran penyerangan Jepang di Hindia Belanda? |
Petunjuk: Cek halaman 2. |
---
Sumber: Buku Sejarah untuk SMA/SMK kelas XI karya Martina Syafitry, dkk, Kemdikbudristek Tahun 2021.
Penulis | : | Nabil Adlani |
Editor | : | Rahwiku Mahanani |
KOMENTAR