Pada tanggal 22-23 September 1754, VOC membentuk perundingan antara Pakubuwana III dan Pangeran Mangkubumi.
Tujuannya untuk membahas pembagian wilayah kekuasaan dari Kerajaan Mataram Islam, gelar yang digunakan, dan kerja sama VOC dengan kerajaan.
Perundingan inipun berhasil menyampai kesepakatan dengan ditandatanganinya Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755.
"Perjanjian Giyanti terjadi karena adanya taktik politik pecah belah agar VOC tidak kesulitan melawan pemberontakan Mangkubumi dan Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa."
Isi Perjanjian Giyanti antara Mangkubumi dan Pakubuwana III, yaitu:
1. Pangeran Mangkubumi diangkat menjadi Sultan Hamengkubuwono Senopati Ingalaga Ngabdurrahman Sayidin Panotogomo Kalifattullah dengan separuh dari kerajaan Mataram.
Hak kekuasaan diwariskan secara turun-temurun.
2. Akan senantiasa diusahakan adanya kerja sama antara rakyat yang berada di bawah kekuasaan VOC dengan rakyat kesultanan.
3. Sebelum Pepatih Dalem (Rijks-Bestuurder) dan para bupati mulai melaksanakan tugasnya masing-masing, mereka harus melakukan sumpah setia pada VOC di tangan gubernur.
Pepatih Dalem adalah pemegang kekuasaan eksekutif sehari-hari dengan persetujuan dari residen atau gubernur.
4. Sri Sultan tidak akan mengangkat atau memberhentikan Pepatih Dalem dan Bupati sebelum mendapatkan persetujuan dari VOC.
Baca Juga: Berasal dari Satu Kerajaan yang Sama, Apa Bedanya Keraton Yogyakarta dan Surakarta?
Penulis | : | Nabil Adlani |
Editor | : | Rahwiku Mahanani |
KOMENTAR