adjar.id – Akulturasi kebudayaan Islam dengan kebudayaan di Nusantara terjadi saat masuknya Islam ke Nusantara sekitar abad ke-13 Masehi.
Islam masuk ke Nusantara atau Indonesia melalui peran para pedagang dari Gujarat, Persia, dan Arab atau Mesir.
Proses perkembangan Islam ditandai dengan berdirinya kerajaan-kerajaan bercorak Islam dan terjadi proses akulturasi kebudayaan.
Kebudayaan Islam yang masuk tidak menggantikan atau memusnahkan kebudayaan yang sudah ada tetapi menciptakan sebuah kebudayaan baru.
Proses akulturasi kebudayaan yang sudah ada di Nusantara dengan kebudayaan ini bisa dilihat dari berbagai hasil yang ada sampai saat ini.
O iya, dalam buku Sejarah Indonesia kelas 10 semester 2 edisi revisi terdapat satu soal pada Latihan Ulangan Semester 2 di halaman 108.
Pada soal tersebut kita diminta untuk menguraikan bentuk-bentuk akulturasi kebudayaan Islam dengan kebudayaan yang sudah ada di Nusantara.
Nah, kali ini kita akan membahas soal materi sejarah kelas 10 SMA tersebut.
Yuk, simak pembahasan soal berikut!
Baca Juga: Macam-Macam Pendapat Mengenai Masuknya Islam di Papua
Akulturasi Kebudayaan Islam dengan Kebudayaan di Nusantara
Hasil akulturasi kebudayaan Islam dengan kebudayaan asli Nusantara terdiri atas beragam bentuk, di antaranya:
1. Seni Bangunan
Seni dan arsitektur bangunan Islam di Indonesia terbilang unik dan menarik yang bisa kita lihat dari adanya:
Akulturasi kebudayaan terjadi pada bentuk arsitektur masjid di Indonesia yang menggunakan unsur Islam dengan kebudayaan Nusantara yang sudah ada.
Fungsi utama dari masjid sendiri adalah sebagai tempat untuk beribadah bagi umat Islam, Adjarian.
Selain itu, masjid juga memiliki fungsi yang luas, seperti sebagai pusat untuk menyelenggarakan keagamaan Islam, dan mempraktikkan ajaran agama Islam.
Sehingga, masjid bisa dikatakan sebagai pusat kebudayaan bagi orang-orang Islam.
Baca Juga: Teori-Teori Masuknya Islam ke Indonesia
Nah, di Indonesia masjid pada zaman dahulu memiliki beberapa ciri, di antaranya:
a. Atapnya berupa atap tumpang, yaitu atap yang bersusun semakin kecil ke atas dan bagian paling atasnya berbentuk limas.
b. Tidak adanya menara yang berfungsi sebagai tempat untuk mengumandangkan azan.
c. Masjid umumnya didirikan di ibukota atau dekat istana kerajaan Islam.
Setelah kebudayaan Indonesia Hindu-Buddha mengalami keruntuhan sudah tidak ada lagi pendirian banguan percandian.
Saat berkembangnya Islam di Indonesia melalui proses akulturan unsur seni bangunan keagamaan terus dikembangkam.
Hal ini bisa dilihat dari adanya makam-makan yang lokasinya berada di atas bukit, di mana makam yang paling atas dianggap sebagai yang paling terhormat.
Selain itu, makam Walisongo dan sultan-sultan pada umumnya akan ditempatkan di dalam bangunan yang disebut cungkup yang masih bergaya kuno.
Baca Juga: Tradisi Perayaan dalam Islam yang Berkaitan dengan Tahap Kehidupan
2. Seni Ukir
Perkembangan Islam di Nusantara membuat seni ukir, patung dan melukis makhluk hidup tidak diperbolehkan tepatnya pada zaman madya, Adjarian.
Akan tetapi seni pahat atau seni ukir mengalami perkembangan dengan motif-motif dedaunan dan bunga-bungaan.
Selain itu, ditambahkan pula seni hias dengan menggunakan huruf Arab yang disebut dengan kaligrafi.
3. Aksara dan Seni Sastra
Bidang aksara dan seni sastra pada masuknya Islam juga membawa pengaruh yang cukup besar.
Huruf-huruf Arab digunakan sebagai abjad untuk menulis bahasa Arab yang mulai digunakan oleh masyarakat pada saat itu.
Bahkan, huruf-huruf Arab ini juga digunakan dalam bidang seni ukir yang dikenal dengan nama kaligrafi.
Sementara dalam bidang sastra yang berkembang pada zaman perkembangan Islam terdiri dari beberapa jenis, yaitu:
Baca Juga: Nama Para Penyebar Islam di Indonesia pada Awal Masuknya Islam
4. Kesenian
Pada perkembangan Islam di Nusantara, kesenian yang berkembang menjadi bernapaskan Islam dan bertujuan untuk menyebarkan ajaran Islam.
Kesenian yang berkembang pada saat itu di antaranya permainan debus, seudati, dan wayang kulit.
Nah, itulah contoh bentuk akulturasi kebudayaan Islam dengan kebudayaan di Nusantara.
Penulis | : | Nabil Adlani |
Editor | : | Rahwiku Mahanani |
KOMENTAR