adjar.id - Macapat adalah tembang atau puisi Jawa yang terikat oleh guru gatra, guru lagu, dan guru wilangan.
Macapat merupakan akronim dari frasa maca-pat-lagu yang berarti melagukan nada keempat.
Ada 11 tembang macapat, yaitu Maskumambang, Mijil, Kinanthi, Sinom, Asmaradhana, Gambuh, Dhandhanggula, Durma, Pangkur, Megatruh, dan Pocung.
Tembang macapat adalah jenis tembang sering digunakan dan diterapkan dalam kitab yang terbit pada masa Jawa Baru.
Sering kali tembang ini dinyanyikan di dalam suatu pagelaran wayang kulit, Adjarian.
Nah, hingga kini tembang macapat masih sering dilantunkan di dalam acara-acara di Jawa.
Pada artikel ini kita akan mempelajari tentang makna, aturan, dan watak dari tembang macapat Pangkur. Yuk, simak informasi di bawah ini!
Makna Tembang Macapat Pangkur
Salah satu contoh tembang macapat Pangkur yang populer adalah karya KGPAA Mangkunegoro IV yang tertuang dalam Serat Wedatama Pupuh I.
Pangkur berasal dari kata mungkur yang berarti mundur, menjauhkan diri, atau pergi.
Tembang macapat Pangkur menggambarkan kearifan kehidupan manusia yang harus menjauhi berbagai hal-hal buruk dan angkara murka.
Pangkur merupakan karya sastra tentang seseorang agar mengenang masa lalunya yang buruk, untuk mengajaknya mendekatkan diri kepada Tuhan dan meninggalkan keserakahan duniawi.
Baca Juga: Tembung Macapat Durma: Makna, Aturan, dan Wataknya