Maka dari itu, ketika memasuki masa demokrasi terpimpin, Presiden Soekarno melakukan Fusi Parpol.
Hal ini didasari oleh Penpres No.7 Tahun 1959 dan juga Perpres No.13 Tahun 1960.
Kedua aturan tersebut mengatur mengenai pengakuan, pengawasan, dan pembubaran partai politik.
Lalu, pada 14 Mei 1960 diumumkan bahwa hanya ada 10 partai politik yang memperoleh pengakuan pemerintah.
Sejak itu, kebijakan Fusi Partai terus terjadi sampai memasuki masa orde baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto.
Presiden Soeharto mengeluarkan kebijakan Fusi Partai Politik atau penggabungan partai politik masa orde baru di tahun 1973.
"Adanya ketidakstabilan politik karena sistem kepartaian menjadi salah satu latar belakang diterapkannya Fusi Parpol."
Fusi Parpol di Masa Orde Baru
Ketika pemilu 1971, Golkar unggul dengan memperoleh suara terbanyak, yaitu sebesar 62,8% atau sekitar 236 kursi DPR.
Suara terbanyak kedua dipegang oleh Partai Nahdlatul Ulama dengan mendapatkan 18,6% suara atau 58 kursi.
Peringkat ketiga diduduki oleh PNS yang mendapatkan 6,9% suara atau sekitar 20 kursi.
Sementara Partai Murba dan IPKI sama sekali tidak mendapatkan kursi di DPR.