Latar Belakang Dualisme Kepemimpinan Nasional, Materi Sejarah Kelas XII Kurikulum Merdeka

By Nabil Adlani, Senin, 8 Januari 2024 | 14:30 WIB
Dualisme kepemimpinan nasional terjadi di Indonesia pada tahun 1966 menjelang dimulainya masa orde baru. (unsplash/wd toro)

Menteri atau Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal Soeharto lalu meminta agar Soekarno memberikan surat perintah.

Tujuannya untuk mengatasi konflik yang terjadi jika diberi kepercayaan.

Akhirnya, pada tanggal 11 Maret 1966 sore di Istana Bogor, Soekarno menandatangani surat perintah untuk mengatasi keadaan di Indonesia.

Surat ini dikenal dengan istilah Supersemar atau Surat Perintah Sebelas Maret.

Isi dari surat tersebut adalah berupa perintah Soekarno kepada Soeharto untuk melakukan hal-hal berikut:

1. Mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya Revolusi, serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS, demi untuk keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia, dan melaksanakan dengan pasti segala ajaran Pemimpin Besar Revolusi.

2. Mengadakan koordinasi pelaksanaan perintah dengan Panglima-Panglima Angkatan Lain dengan sebaik-baiknya.

3. Supaya melaporkan segala sesuatu yang bersangkut paut dalam tugas dan tanggung jawabnya seperti tersebut di atas.

Lalu, adanya Ketetapan MPRS No.IX.MPRS/1966 tanggal 21 Juni 1966 tentang Pengesahan dan Pengukuran Supersemar semakin memperkuat dualisme kepemimpinan nasional.

Adanya ketetapan MPRS tersebut, Soekarno kemudian memerintahkan Letjen Soeharto untuk membentuk Kabinet Ampera.

Menurut Soekarno, Kabinet Dwikora sudah tidak bisa memenuhi Tiga Tuntutan Rakyat.

Baca Juga: Jawab Soal Perbandingan Pemilu Masa Orde Baru dengan Masa Orde Reformasi