Zat beracun tersebut tidak dapat dihilangkan atau dikeluarkan sepenuhnya dari tubuh organisme yang lebih tinggi dalam rantai makanan.
Akibatnya, konsentrasi zat beracun tersebut semakin meningkat seiring naiknya posisi organisme dalam rantai makanan.
Salah satu contoh kasus yang terkenal adalah penggunaan DDT (Dichlorodiphenyltrichloroethane) sebagai insektisida.
DDT adalah bahan kimia yang efektif menyingkirkan serangga seperti nyamuk pembawa malaria.
Namun, DDT sangat persisten dan tidak mudah terurai dalam lingkungan.
Ketika DDT digunakan dalam pertanian atau pengendalian vektor penyakit, zat ini dapat mencemari tanah dan air.
Dalam rantai makanan, DDT terakumulasi dan terus meningkat konsentrasinya.
Misalnya, serangga yang terpapar DDT dimakan oleh burung kecil.
Ketika burung kecil tersebut dimangsa oleh burung pemangsa yang lebih besar, DDT yang ada dalam tubuh burung kecil juga ikut tertelan.
Proses ini berlanjut secara bertahap ketika organisme yang lebih tinggi dalam rantai makanan memakan organisme yang terkontaminasi DDT.
Akibatnya, burung pemangsa yang berada di puncak rantai makanan memiliki konsentrasi DDT yang jauh lebih tinggi dibandingkan organisme di tingkat trofik lebih rendah.
Baca Juga: 4 Contoh Pencemaran Suara, Sumber, dan Upaya Mengatasinya
Biological accumulation adalah konsep yang berkaitan dengan bioakumulasi.
Hal ini mengacu pada penumpukan zat beracun atau bahan kimia dalam jaringan tubuh organisme seiring waktu.
Ketika organisme terpapar zat beracun melalui makanan, air, atau udara, organisme tersebut mungkin tidak dapat mengeluarkan atau menguraikan zat beracun tersebut secara efektif.
Akibatnya, zat beracun tersebut dapat terakumulasi dalam jaringan tubuh organisme seiring waktu.
Nah, itulah pembahasan soal mengenai biological magnification dan contoh kasusnya pada penggunaan DDT serta kaitannya dengan biological accumulation.