adjar.id - Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau APBD memiliki dua pos penting, yaitu pos penerimaan dan pos pengeluaran.
Pos penerimaan APBD ini mencakup berbagai pendapatan daerah, misalnya penerimaan pajak dan retribusi.
O iya, APBD ini disusun oleh setiap daerah, baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kota dan daerah.
APBD dapat diartikan sebagai suatu daftar yang berisikan perincian berbagai sumber pendapatan daerah dan macam-macam pengeluaran daerah dalam waktu satu tahun.
Menurut UU No.32 Tahun 2003, APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD.
APBN inilah yang nantinya akan ditetapkan melalui Peraturan Daerah atau Perda, Adjarian.
Penyusunan APBD dilakukan sebagai pedoman bagi pendapatan dan belanja untuk melaksanakan kegiatan pemerintah daerah.
Adanya APBD membuat pemerintah daerah mempunyai gambaran yang jelas mengenai apa yang akan diterima dan dikeluarkan selama satu tahun.
Fungsi APBD berdasarkan pasal 66 UU No.33 Tahun 2003, di antaranya fungsi otorisasi, fungsi perencanaan, fungsi pengawasan, fungsi alokasi, dan fungsi distribusi.
Nah, berikut macam-macam pos penerimaan APBD.
"Landasan hukum APBD salah satunya berasal dari UU No.32 Tahun 2003."
Baca Juga: Fungsi dan Landasan Hukum APBD
Pos Penerimaan APBD
Sumber penerimaan APBD sebenarnya hampir sama dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN.
Akan tetapi, sumber penerimaan APBD berasal dari daerah, sementara APBN sumber penerimaannya dari negara atau pusat.
Nah, menurut pasal 157 UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pos penerimaan APBD terdiri dari:
1. Pendapatan Asli Daerah
Melansir dari laman Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Pendapatan Asli Daerah sering juga disebut sebagai PAD.
Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan daerah yang didapatkan berdasarkan peraturan daerah yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Tujuan utama dari PAD ini adalah untuk memberikan wewenang bagi pemerintah daerah dalam mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai potensi daerahnya.
Contoh penerimaan APBD berupa pendapatan asli dari daerah, yaitu:
- Hasil retribusi daerah.
- Hasil pajak daerah.
- Hasil pengelolaan kekayaan yang sudah dipisahkan.
Baca Juga: Dampak APBD terhadap Perekonomian Negara
- Hasil lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.
"Hasil retribusi daerah dan hasil pajak daerah merupakan contoh Pendapatan Asli Daerah dalam penerimaan APBD."
2. Dana Perimbangan
Dana perimbangan adalah dana yang sumbernya dari penerimaan APBN.
Dana inilah yang dialokasikan untuk membiayai kebutuhan daerah itu sendiri.
Dana perimbangan daerah merupakan bentuk pelaksanaan dari kebijakan desentralisasi fiskal pemerintah pusat pada era otonomi daerah.
Contoh penerimaan pemerintah daerah yang asalnya dari dana perimbangan, di antaranya:
- Dana Alokasi Umum dari pemerintah pusat.
- Bagi hasil dari pajak dan bukan pajak.
- Dana perimbangan.
- Dana alokasi khusus.
Baca Juga: Anggaran Pendapatan Belanja Daerah: Tujuan, Fungsi, dan Landasan Hukum
- Pinjaman untuk Badan Usaha Milik Daerah atau BUMD
- Pinjaman pemerintah daerah.
"Dana alokasi umum dari pemerintah pusat adalah salah satu contoh dana perimbangan."
3. Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah
Lain-lain pendapatan daerah yang sah adalah bentuk penerimaan daerah yang bisa didapatkan di luar Pendapatan Asli Daerah dan dana perimbangan.
Contoh pendapatan daerah yang salah, yaitu:
- Dana darurat.
- Hibah.
- Pendapat lain yang disesuaikan dengan peraturan daerah.
"Dana darurat dan dana hibah merupakan contoh lain-lain pendapatan daerah yang sah."
Nah, itu tadi tiga pos penerimaan APBD, salah satunya Pendapatan Asli Daerah atau PAD.
Baca Juga: Pengaruh APBN dan APBD terhadap Perekonomian Indonesia