Sekutu dan Belanda kemudian ditempatkan di Hotel Yamato, Surabaya, Jawa Timur dan hotel itu dijadikan sebagai markas bantuan rehabilitasi tawanan perang.
Akan tetapi pada 19 September 1945, orang-orang Belanda di bawah pimpinan WVC Ploeman mengibarkan bendera Belanda di atas Hotel Yamato.
Hal ini membuat rakyat Surabaya yang melihat bendera tersebut marah dan dianggap tidak menghargai usaha kemerdekaan bangsa Indonesia.
Sehingga, terjadinya ketegangan antara masyarakat Surabaya dengan orang-orang Belanda yang ada di Hotel Yamato.
Lalu Soedirman sebagai residen Surabaya mengadakan perundingin dengan WVC Ploeman untuk menurunkun bendera Belanda yang membuat rakyat Surabaya marah.
Baca Juga: Perjuangan Bung Tomo, Pahlawan di Balik Pertempuran 10 November 1945
Akan tetapi Ploeman menolak hal tersebut dan juga menolak untuk mengakui kemerdekaan serta kedaulatan Indonesia.
Lalu Haryono keluar dari ruangan dan membertahui kejadian di dalam yang sedang ada perkelahian karena tidak menemukan hasil perundangin kepada massa di luar hotel.
Hingga akhirnya para pemuda yang datang ingin naik ke atas hotel untuk menurunkan bendera Belanda yang berkibar.
Bendera tersebut akhirnya bisa diturunkan dan warna biru pada bendera tersebut dirobek sehingga menyisahkan warna merah dan putih saja serta di kibarkan kembali di atas hotel.
Dampak Insiden Hotel Yamato
Adjarian, insiden perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato membuat Belanda marah besar.
Hal ini membuat terjadinya berbagai konflik mulai bulan Oktober 1945 sampai puncaknya pada 10 November 1945 di Surabaya.
Pertempuran 10 November 1945 tidak bisa dihindari lagi hingga kemudian tanggal 10 November dikenal sebagai pertempuran Surabaya.
Pertempuran tersebut juga menjadi pertempuran terbesar pertama setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Baca Juga: Sejarah Pertempuran 10 November yang Diperingati Sebagai Hari Pahlawan
Nah, itulah gambaran tentang sejarah insiden Hotel Yamato yang bisa dijadikan referensi untuk menjawab soal Latih Uji Kompetensi di halaman 103, Adjarian.