adjar.id - Salah satu bukti sejarah perlawanan rakyat Sulawesi Selatan dalam menghadapi koloni Belanda adalah Perjanjian Bongaya.
Perjanjian Bongaya merupakan tuntutan VOC setelah perang Makassar berakhir dan meninggalnya Raja Gowa Sultan Hasanuddin.
Perjanjian Bongaya berisi tuntutan VOC dan Arung Palakka terhadap Kerajaan Gowa di abad ke-17.
Kerajaan Gowa adalah kerajaan yang memiliki kekuatan militer besar sehingga menjadi penghalang terbesar bagi VOC untuk memonopoli pusat perdagangan di wilayah Sulawesi Selatan.
Penguasaan Kerajaan Gowa terhadap kerajaan-kerajaan Suku Bugis, salah satunya Kerajaan Bone mengakibatkan timbulnya kebencian terhadap Gowa.
Nah, kondisi ini dimanfaatkan VOC untuk menghancurkan Gowa. VOC bermaksud menghancurkan Gowa dari dalam dengan politik adu domba.
Maka dari itu, pihak VOC segera menjalin kerja sama dengan Arung Palakka, yaitu seorang pangeran Bugis dari Kerajaan Bone.
Para tahun 1660, Arung Palakka bersama kira-kira 10.000 orang Bugis dari Bone melakukan pemberontakan kepada Gowa, tetapi gagal.
Bersama pasukannya, Arung Palakka melarikan diri dan diberi perlindungan oleh VOC untuk tinggal di Batavia, Adjarian.
Masih di tahun yang sama, serangan VOC atas Gowa pada telah memaksa Raja Gowa Sultan Hasanuddin menerima persetujuan damai.
Ternyata isi perjanjian perdamaian tersebut tidak dapat mengakhiri permusuhan, terlebih setelah Sultan Hasanuddin mengetahui bahwa VOC memberikan perlindungan kepada Arung Palakka.
Baca Juga: Isi dan Dampak Perjanjian Bongaya
Source | : | Kompas.com,Intisari.grid.id,gramedia.com |
Penulis | : | Rizky Amalia |
Editor | : | Rahwiku Mahanani |
KOMENTAR