Peperangan itu jugalah yang menguras dana dari pemerintah Hindia Belanda.
Hingga akhirnya muncul satu kesepakatan yang dikenal dengan Plakat Puncak Pato di Bukit Marapalam, Kabupaten Tanah Datar.
Bunyi kepekatan ini, yaitu "Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah".
Artinya, adat Minangkabau berlandaskan kepada agama Islam, dan agama Islam berlandaskan kepada Al-Qur'an.
Hal ini juga menjadi puncak revolusi Islam dalam adat Minangkabau, Adjarian.
Perang saudara yang telah terjadi sejak tahun 1803 sampai tahun 1821 dan sudah merugikan kedua belah pihak akhirnya berakhir.
Berakhirnya Perang Diponegoro berhasil mengembalikan kekuatan Belanda yang ingin kembali menundukkan Kaum Padri.
Keinginan Belanda ini juga dilandasi karena kemauan mereka untuk mengusai perkebunan kopi di kawasan pedalaman Minangkabau.
Belanda kemudian melanggar perjanjian yang sudah dibuat sebelumnya dengan melakukan penyerangan ke nagari Pandai Sikek.
Nagari Pandai Sikek merupakan daerah yang dapat memproduksi senjata api dan mesiu.
Untuk memperkuat kedudukannya di Bukittinggi, Belanda kemudian membangun benteng Fort de Kock.
Baca Juga: Penyebab dan Dampak Perang Pattimura
Penulis | : | Nabil Adlani |
Editor | : | Rahwiku Mahanani |
KOMENTAR