Namun, kedua film Indonesia tersebut tidak disutradarai oleh orang Indonesia, sehingga sangat mencerminkan budaya Belanda dan Tiongkok.
Nah, pada tahun 1950 itulah sutradara Indonesia, yaitu Usmar Ismail berhasil memproduksi film berjudul Darah dan Doa atau The Long March of Siliwangi.
Ia memproduksi film tersebut melalui perusahaan film miliknya sendiri, yaitu Perfini.
Film ini mengambil gambar pertama pada tanggal 30 Maret 1950.
Tanggal itulah yang menjadi pedoman Hari Film Nasional ditetapkan oleh Dewan Film Nasional.
Suksesnya film Darah dan Doa menjadi titik balik perfilman Indonesia. Apalagi film tersebut menggambarkan ideologi orang Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan.
Nah, pada era Presiden BJ Habibie Hari Film Nasional diresmikan melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1999.
Harapannya, peringatan ini dapat mendorong lahirnya film-film Indonesia yang mengusung nilai pendidikan dan budaya yang beragam.
Itulah dia sejarah mengenai Hari Film Nasional, Adjarian.
Coba Jawab! |
Siapa bapak perfilman Indonesia? |
Petunjuk: Cek halaman 2. |
Tonton video di bawah ini, yuk!
Penulis | : | Aldita Prafitasari |
Editor | : | Rahwiku Mahanani |
KOMENTAR