adjar.id - Kebudayaan Jawa melahirkan berbagai falsafah yang dapat dijadikan pedoman bagi kehidupan manusia.
Nah, salah satu contohnya adalah falsfasah tentang pemimpin.
Dilansir dari Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, falsafah adalah sikap paling dasar yang dimiliki seseorang atau pandangan hidup.
Pandangan-pandangan hidup ini dihasilkan oleh para sesepuh yang sudah melewati sejarah panjang kebudayaan Jawa.
Meskipun zaman semakin berkembang, banyak falsafah Jawa yang masih berkaitan dengan kehidupan masa kini.
Di sekolah, materi tentang falsafah Jawa ini juga dipelajari pada mata pelajaran muatan lokal Bahasa Jawa.
Kali ini, kita akan mempelajari berbagai falsafah Jawa tentang pempimpin yang dapat dijadikan sebagai pengingat kehidupan.
Nah, seperti apa bunyi dan makna falsafahnya?
Falsafah Jawa tentang Pemimpin
1. Ngluruk tanpo Bolo, Menang tanpo Ngasorake, Sekti tanpo Aji-Aji, Sugih tanpo Bondho
- Ngluruk tanpo bolo = Berjuang tanpa mengandalkan masa atau prajurit.
Baca Juga: Makna dan Filosofi Ketupat, Makanan Khas Lebaran
- Menang tanpo ngasorake = Meraih kemenangan tanpa merendahkan lawan.
- Sekti tanpo aji-aji = Sakti atau berwibawa tanpa mangandalkan kekuatan.
- Sugih tanpo bondho = Kaya tanpa bermodal harta.
Dari keseluruhan ungkapan tersebut, dapat disimpulkan bahwa hendaknya manusia dapat bersikap mulia dalam posisi apa pun di dunia.
Ketika menjadi pemimpin, kita harus bersikap bijaksana, tidak merendahkan lawan atau menyalahgunakan kekuasaan, bahkan meraih kekuasaan dengan cara menjatuhkan orang lain.
Ajaran adiluhung ini sangat bermakna, ya?
2. Memayu Hayuning Bawono, Ambrasto dur Hangkoro
Ungkapan "memayu hayuning bawono, ambrasto dur hangkoro" juga menjadi salah satu falsafah tentang kepemimpinan.
Ungkapan tersebut bermakna bahwa sebagai manusia kita wajib membawa ketenteraman dan keselamatan.
Selain itu, kita juga harus berusaha memberantas tindakan sewenang-wenang dan angkara murka di dunia.
Hal ini berlaku untuk semua makhluk yang ada di sekitar, seperti tumbuhan dan hewan, bukan hanya untuk sesama manusia saja.
Baca Juga: Apa Saja Susunan Acara pada Tradisi Tedak Siten?
Kita wajib melawan tindak kejahatan susuai dengan kapasitas yang kita miliki.
Falsafah ini juga berlaku untuk seorang pemipin yang sudah seharusnya mengayomi dan memberikan rasa aman bagi rakyatnya.
Nah, itulah dua falsafah Jawa tentang pemimpin.
Coba Jawab! |
Apa makna ungkapan "menang tanpo ngasorake"? |
Petunjuk: Cek halaman 2. |
Penulis | : | Jestica Anna |
Editor | : | Rahwiku Mahanani |
KOMENTAR