Penyebab dan Dampak Perang Padri

By Nabil Adlani, Jumat, 23 Juni 2023 | 09:30 WIB
Perang Padri terjadi di Sumatra Barat yang akhirnya melibatkan rakyat Sumatra dengan Belanda. (unsplash/Birmingham Museums Trust)

Hal ini bermula dari kepulangan tiga orang haji dari Mekkah di tahun 1803, yaitu Haji Miskin, Haji Piobang, dan Haji Sumanik.

Ketiganya ingin memperbaiki syariat Islam yang belum sempurna dijalankan oleh masyarakat Minangkabau.

Hingga muncullah gerakan pembaruan Islam yang dikenal sebagai gerakan Padri karena mereka sudah menunaikan ibadah haji di Mekkah.

Kaut adat pada saat itu dalam kesehariannya dekat dengan berbagai kegiatan negatif, seperti sabung ayam, perjudian, penggunaan hukum matriarkat untuk pembagian warisan, dan lainnya.

Sehingga, walaupun kaum adat pernah berkata akan meninggalkan kebiasaan tersebut, tetapi mereka tetap melaksanakannya.

Hal inilah yang kemudian membuat kaum Padri marah dan beberapa nagari yang ada di Kerajaan Pagaruyung mulai bergejolak.

Akhirnya, Perang Padri terjadi sebagai perang saudara yang melibatkan suku Minang dan Mandailing.

Pada masa perang tersebut, kaum Padri dipimpin oleh Harimau Nan Salapan, sedangkan Kaum Adat dipimpin oleh Sultan Arifin Muningsyah.

"Perang Padri terjadi karena keinginan kaum Padri yang ingin mengubah kebiasaan buruk masyarakat kaum adat."

Dampak Perang Padri

Perang Padri yang terjadi selama sekitar 20 tahun pertama, yaitu tahun 1803 sampai 1821 banyak memakan korban dari sesama kaum Padri dan kaum adat.

Dampak yang langsung bisa dirasakan setelah munculnya perang Padri adalah jatuhnya Kerajaan Pagaruyung atau wilayah Sumatra Barat ke tangan kolonial Belanda.

Baca Juga: Jawab Soal Latih Uji Kompetensi tentang Perjuangan Perang dan Diplomasi Indonesia