Perjanjian Giyanti: Isi dan Dampak

By Nabil Adlani, Senin, 10 April 2023 | 12:30 WIB
Perjanjian Giyanti melibatkan VOC dengan Kerajaan Mataram Islam pada 13 Februari 1755. (Kompas.com/ANGGARA WIKAN PRASETYA)

adjar.id - Dilansir dari laman Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Perjanjian Giyanti merupakan peristiwa yang menandai pecahnya Kerajaan Mataram Islam.

Perpecahan ini terjadi karena adanya pertikaian di dalam keluarga kerajaan akibat politik adu domba yang dilakukan oleh VOC.

Akhirnya terjadi konflik saudara antara Susuhunan Pakubuwana II, Pangeran Mangkubumi, dan Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa.

Perjanjian Giyanti sendiri terjadi pada 13 Februari 1755 dan ditandatangani di Desa Giyanti.

Saat itu, desa tersebut masuk ke dalam wilayah Dukuh Kerten, Desa Jantiharjo, Karanganyar, Jawa Tengah.

Nah, karena adanya Perjanjian Giyanti, Kerajaan Mataram Islam pun terpecah menjadi dua, yaitu menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta.

"Perjanjian Giyanti menjadi awal baru dari peradaban kerajaan-kerajaan di Pulau Jawa."

Isi Perjanjian Giyanti

Beberapa poin penting dari Perjanjian Giyanti antara Kerajaan Mataram Islam dengan VOC, yaitu:

1. Pangeran Mangkubumi diangkat menjadi Sultan Hamengkubuwono Senopati Ingalaga Ngabdurrahman Sayidin Panotogomo Kalifattullah dengan separuh dari kerajaan Mataram. Hak kekuasan diwariskan secara turun-temurun.

2. Akan senantiasa diusahakan adanya kerja sama antara rakyat yang berada di bawah kekuasaan VOC dengan rakyat kesultanan.

3. Sebelum Pepatih Dalem (Rijks-Bestuurder) dan para bupati mulai melaksanakan tugasnya masing-masing, mereka harus melakukan sumpah setia pada VOC di tangan gubernur. Pepatih Dalem adalah pemegang kekuasaan eksekutif sehari-hari dengan persetujuan dari residen atau gubernur.

Baca Juga: 7 Peninggalan Kerajaan Mataram Islam, Salah Satunya Menjadi Tempat Wisata di Yogyakarta