Perlawanan Kerajaan Gowa mencapai puncaknya saat masa pemerintahan Sultan Hasanuddin pada tahun 1653 samapi 1669 M.
VOC mengalami kesulitan dalam menembus pertahanan Kerajaan Gowa, hingga mereka memainkan taktik adu domba.
VOC kemudian melakukan kerjasama dengan Aru Palakka dari Soppeng-Bone untuk melawan Kerajaan Gowa.
Akhirnya, Kerajaan Gowa tidak bisa lagi menghadapi pasukan VOC Belanda yang mempunyai peralatan perang yang canggih.
Hingga akhirnya, pada tahun 1667, Sultan Hasanuddin harus menandatangani Perjanjian Bongaya yang sangat merugikan pihak Kerajaan Gowa.
Perjanjian ini dilakukan di daerah Bongaya, di mana dalam perjanjian tersebut Sultan Hasanuddin harus mengakui permerintahan dan kekuasaan VOC di Makassar.
Salah satu isi Perjanjian Bongaya ini adalah Makassar harus mengakui monopoli perdagangan yang dilakukan VOC.
Baca Juga: Jawab Soal Mengapa VOC Disebut Negara dalam Negara?
Makna dan Perlajaran dari Perjanjian Bongaya di Sulawesi
Perjanjian Bongaya dilaksanakan pada 18 November 1667 di Bongaya yang melibatkan Kerajaan Gowa dengan VOC Belanda.
Makna dan pelajaran yang bisa diambil dari Perjanjian Bongaya ini adalah kita hendaknya memikirkan secara matang setiap keputusan yang akan diambil.
Kita juga harus memikirkan baik dan buruk, serta dampaknya bagi diri sendiri dan orang-orang di sekitar kita.
Meski begitu, terkadang kita memang akan dihadapkan pada dua pilihan yang sulit dan kurang menguntungkan.
Akan tetapi kita harus memilih keputusan yang memiliki risiko paling kecil terhadap diri kira dan orang lain.
Perjanjian Bongaya ini dipilih oleh Sultan Hasanudin agar bisa menghentikan jumlah korban yang terjadi pada peperangan di Sulawesi antara Kerajaan Gowa dengan VOC.
Nah, itulah makna dan pelajaran dari Perjanjian Bongaya di Sulawesi, Adjarian.