adjar.id - Berkuliah di luar negeri menjadi impian besar bagi sebagian orang.
Saat memutuskan untuk melanjutkan kuliah di luar negeri, satu hal yang perlu menjadi perhatian adalah seputar kehidupan di sana.
Banyak hal di luar negeri yang sangat berbeda dengan Indonesia, mulai dari budaya, iklim, hingga makanan.
Saat dihadapkan dengan situasi seperti ini, kita harus mampu beradaptasi dengan lingkungan.
Tak hanya perihal perbedaan saja, berkuliah di luar negeri juga membuka jaringan dan kesempatan yang lebih luas lagi.
Dengan begitu, kita bisa berkontribusi secara global dan membawa nama Indonesia lebih luas lagi.
Nah, tim Adjar.id mendapat kesempatan untuk mewawancarai dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta, Fitri Kurniawan, S.Pd., M.Res.
Ia membagikan pengalaman selama berkuliah di University of Aberdeen, Skotlandia, yang tentunya bisa menjadi gambaran Adjarian sebelum memutuskan untuk kuliah ke luar negeri.
Langsung saja kita simak bersama, yuk!
Baca Juga: Mau Lanjut Kuliah di Luar Negeri? Ini 5 Hal yang Perlu Diperhatikan
Gaya Belajar yang Berbeda
Ternyata gaya belajar mahasiswa di luar negeri sangat berbeda dengan di Indonesia, Adjarian.
Pembelajaran di luar negeri cenderung student-oriented, memberi kesempatan besar kepada mahasiswa untuk mengembangkan pikiran kritis, berbeda dengan di Indonesia yang kebanyakan masih harus dibimbing.
"Saya cukup kaget ketika mengikuti perkuliahan di sini, masuk kelas itu saya merasa tertekan, karena semua berebut untuk mengajukan kritik dan pertanyaan terkait materi," ucap Fitri.
Fitri menambahkan, ketika dalam situasi seperti ini, cara terbaik yang bisa dilakukan adalah merekam penjelasan dosen yang mengulangnya kembali saat ingin dipelajari.
Nah, hal ini tentu bisa menjadi tips untuk Adjarian yang merasa kurang bisa konsentrasi saat mengikuti pembelajaran di kelas.
Menumbuhkan Sikap Toleransi
Ketika tinggal jauh dari daerah asal, sikap toleransi menjadi hal yang paling penting untuk selalu kita pegang.
"Saat saya tinggal di sini, saya lebih mendengarkan agama dan identitas saya. Justru keanekaragaman itu dihormati, saya dipuji ketika memakai peci, dan hal ini tidak saya rasakan ketika di Indonesia," ujar Fitri.
Baca Juga: Apa Bedanya Master by Coursework dan Master by Research?
"Termasuk orang dengan bentuk apapun, mau itu kepercayaan, fashion, as long as you don't do harm to others, ya, kita akan dihormati," tambahnya.
Membuka Banyak Kesempatan
Tak hanya sekadar mendapat ilmu, kuliah dan tinggal di luar negeri membuka banyak kesempatan diri pada berbagai aspek kehidupan, lo.
"Ke luar negeri itu benar-benar memberi ekstra networking dan pilihan untuk ikut bergabung secara global, more networking, more privilege, more opportunities. Bisa dalam konteks pekerjaan, akademis, komunitas, atau mungkin secara personal," jelas Fitri.
Fitri juga menyampaikan bahwa selama berkuliah, ia banyak berteman dengan orang-orang penting, salah satu contohnya adalah perdana menteri dari Mali.
Makanan di Luar Negeri
Seperti yang kita ketahui, orang-orang luar negeri lebih banyak mengonsumsi gandum dibanding nasi.
Perbedaan budaya ini tentu menjadi hal yang tidak mudah bagi siapapun yang baru saja memutuskan tinggal di luar negeri, terutama Eropa dan Amerika.
"Kalau perihal makanan saya cukup stres, makan saya kacau, karena harus nasi dan yang gurih, kalau di sana tidak ada nasi, bumbunya terlalu kuat, berbeda dengan di Indonesia," jelas Fitri.
Baca Juga: Universitas Korea Mana Saja yang Menawarkan Beasiswa untuk Mahasiswa Internasional?
Akan tetapi, jika dihadapkan dengan hal seperti itu, justru bisa membuat kita menjadi lebih mandiri, seperti berlatih memasak, atau menyiapkan sayuran.
Nah, Adjarian, itulah informasi seputar kehidupan kuliah di luar negeri.
Coba Jawab! |
Seperti apa keragaman di luar negeri yang bisa meningkatkan rasa toleransi kita? |
PetunjuK: Cek halaman 2-3. |